Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Awasi Pilkada Serentak 2018 karena Rawan Diskriminasi

Kompas.com - 12/02/2018, 20:30 WIB
Yoga Sukmana,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas HAM RI akan memantau langsung jalanya Pilkada serentak 2018. Pemantauaan akan dilakukan oleh tim yang akan dibentuk oleh Komnas HAM.

"Kami akan bekerja sama dengan kawan-kawan jejaring baik universitas maupun kelompok masyarakat sipil lainnya," ujar Wakil Ketua Komnas HAM Hairansyah dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (11/2/2018).

Pemantauan hanya akan dilakukan di 8 provinsi karena keterbatasan personel. Pelaksanaan di provinsi lainnya akan dipantau Komnas HAM melalui pemberitaan media massa.

Ada beberapa faktor yang membuat Komnas HAM "turun gunung" melakukan pemantauaan PIlkada Serentak 2018.

Baca juga: Calon Tunggal di Pilkada Serentak Didominasi Petahana

Salah satunya, karena pilkada dinilai rawan diskriminasi terhadap kelompok masyarakat tertentu akibat masifnya ujaran kebencian.

Komnas HAM menilai, jika situasi politik sehat, maka uajaran kebencian tidak akan terjadi secara masif.

Dari pengalaman Pilkada DKI, ujaran kebencian kerap muncul bahkan dijadikan metode kampanye terutama di dunia maya.

Faktor tersebut dinilai bisa kian masif karena pilkada yang meliputi 171 daerah dan akan melibatkan sekitar 160 juta penduduk yang memenuhi syarat sebagai calon pemilih.

Baca juga: 5 Arahan Mendagri untuk Intelijen Polri Hadapi Pilkada Serentak

Selain itu, Komnas HAM juga mencium adanya gejala oligarki kekuasaan dalam proses pencalonan pilkada. Hal itu terindikasi dari gejala "sewa perahu" partai politik dengan mahar miliaran rupiah.

Praktik oligarki dinilai akan menciderai hak pilih warga negara sehingga calon kepala daerah yang diusung juga tidak kompeten.

Komnas HAM berpendapat, hal ini akan berdampak negatif bagi penegakan dan pemenuhan HAM.

Selain itu, kerawanan lainnya adalah rawan konflik. Polri dan Bawaslu sudah memberikan peringatan mengenai daerah-daerah yang rawan konflik saat pilkada.

Oleh karena itu, Komnas HAM merasa perlu turun tangan karena jika terjadi tindakan kekerasan, pemilih terancam tak bisa menggunakan hak pilihnya.

Baca juga: Pengalaman Pilkada DKI Jangan Terulang pada Pilkada Serentak 2018

Terakhir, Komas HAM menilai masih adanya potensi terabaikannya kelompok-kelompok rentan dan minoritas dalam pilkada. Hal ini terjadi akibat kelalaian petugas atau tak tersedianya infrastruktur penunjang.

Kelompok yang dinilai rentan terabaikan dalam pilkada yaitu penyandang disabilitas, masyarakat terpencil, masyarakat perbatasan, penganut kepercayaan tertentu, pasien rumah sakit, hingga warga di lembaga permasyarakatan (Lapas).

Selama berlangsungnya Pilkada Serentak 2018, Komnas HAM membuka pos pengaduan. Masyarakat yang merasa diikriminasi bisa melaporkan hal tersebut kepada Komnas HAM.

Kompas TV Meski demikian, semua keputusan dikembalikan kepada presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com