JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku kejahatan terorisme yang ditangani Densus 88 sepanjang tahun 2017 mengalami peningkatan.
Pada 2016, tersangka kasus terorisme sebanyak 163 orang. Sementara, pada 2017, meningkat jadi 172 orang.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, ada dua kemungkinan yang menyebabkan angka pelaku teror meningkat.
"Memang perkara teroris karena rencana serangannya meningkat atau memang langkah-langkah proaktif yang dilakukan oleh jajaran kepolisian," ujar Tito, dalam paparan Kinerja Polri 2017, di Ruang Rapat Utama Mabes Polri, Jakarta, Jumat (29/12/2017).
Baca juga: Antisipasi Migrasi Terorisme, Pimpinan Komisi III DPR Minta Aparat Waspada
Tito mengatakan, peningkatan tersebut karena langkah proaktif Polri untuk mendeteksi rencana aksi teror. Dengan demikian, aksi teror yang baru dalam tahap perencanaan bisa digagalkan.
Dari 172 pelaku, dua di antaranya meninggal dunia akibat bom bunuh diri.
Mereka adalah dua pelaku bom Kampung Melayu, Ahmad Sukri dan Ichwan Nurul Salam, pada Mei 2017.
Kemudian, sepuluh pelaku telah divonis di pengadilan dan 76 lainnya masih dalam proses sidang. Sedangkan 68 pelaku masih ditangani di tingkat penyidikan.
"16 pelaku meninggal dunia dalam penegakan hukum," kata Tito.
Baca: 17 Aksi Teror di Indonesia yang Memakai Telegram untuk Komunikasi
Menangani kasus terorisme sama juga dengan menantang maut, terutama bagi Densus 88.
Pada tahun 2017, sebanyak 18 anggota kepolisian menjadi korban dari berbagai tindak pidana terorisme. Empat di antaranya meninggal dunia, sementara 14 lainnya luka-luka.
Jumlah polisi yang menjadi korban dibandingkan tahun lalu juga meningkat.
"Ini di antaranya bom Kampung Melayu ada tiga (korban), di Poso (operasi) Tinombala satu orang juga meninggal dunia," kata Tito.