JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi bersama sejumlah kementerian dan lembaga menggelar forum diskusi, Senin (18/12/2017). Diskusi tersebut membahas mengenai penyelamatan aset PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, kementerian dan instansi yang terlibat dalam diskusi dengan KPK itu yakni Kementerian Perhubungan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan KAI.
Adapun yang dibahas dalam diskusi itu yakni ruang milik jalan (rumija) sekitar 6 meter sepanjang rel di seluruh Indonesia. Rumija yang telah teridentifikasi, lanjut Febri, sekitar 5.500 hektar di seluruh Indonesia dengan nilai sekitar Rp 14 triliun.
Namun, kata dia, masih ada problem pencatatan ganda antara KAI dan Kemenhub. Hal tersebut diduga terjadi sejak 2007. Misalnya, lanjut Febri, ada pihak swasta yang menggunakan ruang di pinggir rel kereta api seperti kabel, pipa atau yang lain.
(Baca juga: Ini Hasil Koordinasi PT KAI dengan KPK Soal Pengembalian Aset)
Kemudian ada kendala dalam pembayaran karena adanya perbedaan pandangan tentang pencatatan aset tersebut, apakah aset KAI atau Kemenhub.
"Karena keduanya mencatat sebagai aset Rp 14 triliun tersebut," kata Febri, saat dikonfirmasi lewat pesan tertulis, Senin siang.
Karena itu, untuk memaksimalkan penerimaan negara dari penggunaan rumija tersebut, hal ini juga dibahas dalam FGD penyelamatan aset KAI tersebut.
"Jadi peran KPK di sini adalah menjalankan fungsi trigger mechanism di bidang pencegahan agar kepemilikan aset lebih jelas, dan penerimaan negara lebih maksimal," ujar Febri.
(Baca juga: Ini Hasil Koordinasi PT KAI dengan KPK Soal Pengembalian Aset)
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, M Noor Marzuki mengaku hendak membahas mengenai masalah aset-aset milik PT KAI yang diokupasi.
"Ini kita akan bertemu dengan KPK untuk membicarakan, atau menertibkan aset-aset Kereta Api yang banyak di okupasi oleh masyarakat," kata Marzuki, saat tiba di gedung KPK.
Pihaknya menyatakan, aset yang diokupasi itu akan dicarikan solusi mengenai skema penyelamatannya, baik pemerintah maupun masyarakat.
"Ini yang kita akan tata, kita selesaikan sebaik-baiknya," ujar Marzuki.