Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Isi Surat yang Dikirim Pengacara Setya Novanto ke KPK

Kompas.com - 15/11/2017, 14:42 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak kuasa hukum Ketua DPR RI Setya Novanto mengirimkan surat perihal ketidakhadiran kliennya pada pemanggilan pemeriksaan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (15/11/2017).

Pada hari ini, Novanto dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, surat itu diterima KPK pada pukul 10.00 WIB.

Baca: Surat Novanto, dari Buatan Istri, Setjen DPR, hingga Pengacara

Pada surat tertanggal 14 November 2017 itu, terdapat tujuh poin yang menjadi dasar ketidakhadiran Novanto ke KPK.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Senin (13/11/2017).KOMPAS.com/Ihsanuddin Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Senin (13/11/2017).
"Surat pemberitahuan tidak dapat memenuhi panggilan KPK tersebut berisikan 7 poin yang pada pokoknya sama dengan surat sebelumnya," kata Febri, melalui keterangan tertulis, Rabu siang.

Poin-poin itu, di antaranya, pihak Novanto yang menyatakan telah menerima surat panggilan tersangka dari KPK pada 10 November 2017.

Pihak Novanto mencantumkan sejumlah pasal sebagai dasar ketidakhadiran Novanto. Misalnya Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Negara Indonesia adalah Negara Hukum".

Baca juga: Jatuh Bangun Wartawan Mengejar Setya Novanto...

Kemudian, Pasal 20 A huruf (3) UUD 1945. Pasal ini berbunyi, "Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas".

Pasal berikutnya yakni Pasal 80 UU No 17 Tahun 2014 yang terkait dengan hak imunitas anggota DPR.

Selanjutnya, Pasal 7 dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan dan Perundang-Undangan. Pasal ini menyangkut jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.

Pihak Novanto juga mencantumkan Pasal 224 ayat (5) dan Pasal 245 ayat (1) dalam UU Nomor 17 Tahun 2014.

Baca juga: Tolak Diperiksa, Ini Isi Surat Setya Novanto kepada KPK

Pasal 224 ayat 5 berbunyi, "Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan".

Kemudian, Pasal 245 ayat 1 berbunyi, "Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan".

Pengacara Ketua DPR RI Setya Novanto, Fredrich Yunadi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (13/11/2017)Kompas.com/YOGA SUKMANA Pengacara Ketua DPR RI Setya Novanto, Fredrich Yunadi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (13/11/2017)

Dasar lain yang digunakan pihak pengacara Novanto yakni adanya permohonan judicial review tentang wewenang memanggil Novanto selaku Ketua DPR RI.

Halaman:


Terkini Lainnya

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com