Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panglima TNI yang Penuh Kontroversi dan Reformasi Keamanan

Kompas.com - 26/09/2017, 10:19 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan kontroversial dan dinilai politis dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo belakangan ini mengundang reaksi dari berbagai kalangan masyarakat sipil maupun pengamat.

Sebelumnya, beredar rekaman suara Panglima TNI di media sosial saat berbicara dalam acara silaturahim Panglima TNI dengan purnawirawan TNI di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017).

Dalam rekaman itu, Panglima TNI menyebut adanya institusi nonmiliter yang membeli 5.000 pucuk senjata. Panglima TNI juga bicara soal larangan bagi Kepolisian untuk memiliki senjata yang bisa menembak peralatan perang TNI.

Belakangan, Panglima TNI mengakui bahwa rekaman tersebut memang pernyataannya. Namun, Gatot menegaskan bahwa pernyataan itu bukan untuk publik. Sehingga, ia tidak mau berkomentar lagi soal substansi pernyataan dalam rekaman itu.

(Baca:  Luruskan Pernyataan Panglima, Wiranto Sebut 500 Pucuk Senjata untuk Pendidikan BIN)

Menanggapi pernyataan Panglima TNI, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menjelaskan bahwa institusi non-militer yang berniat membeli senjata api adalah Badan Intelijen Negara (BIN) untuk keperluan pendidikan.

Jumlahnya tak mencapai 5.000 pucuk, tetapi hanya 500 pucuk. BIN juga sudah meminta izin ke Mabes Polri untuk pembelian senjata itu. Izin tak diteruskan ke TNI lantaran spesifikasi senjata yang dibeli BIN dari Pindad itu berbeda dengan yang dimiliki militer.

Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Beni Sukadis.KOMPAS.com/Kristian Erdianto Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Beni Sukadis.
Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Beni Sukadis, berpendapat bahwa munculnya pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang terkesan politis disebabkan karena tidak berjalannya reformasi di sektor keamanan.

"Setelah UU TNI tidak ada lagi acuan untuk menegaskan kontrol sipil atas militer. Karena reformasi sektor keamanan setelah 2004 sampai sekarang itu mandek," ujar Beni saat memberikan keterangan pers di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (25/9/2017).

Berangkat dari polemik pernyataan Panglima TNI belakangan ini, Beni menilai perlunya reformasi di sektor pertahanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Menurut Beni, saat ini posisi Panglima TNI dipandang setara dengan Menteri Pertahanan, karena bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Beni menjelaskan, dalam bagian penjelasan UU TNI, disebutkan secara jelas bahwa ke depan institusi TNI berada di bawah Kementerian Pertahanan. Dengan begitu, diharapkan tidak lagi ada dualisme dalam hal kebijakan strategis maupun anggaran.

(Baca: Panglima TNI Akui Rekaman Pernyataannya soal 5.000 Senjata Api)

Di satu sisi, seorang Panglima TNI akan fokus dalam meningkatkan profesionalisme TNI.

"Jadi tidak ada dualisme dalam membuat kebijakan strategis dan operasional terkait penggunaan kekuatan TNI," ucap Beni.

Beni menilai, dengan posisi Panglima TNI yang sejajar dengan Menteri Pertahanan, maka ada kekhawatiran memunculkan dampak politis terhadap TNI. Panglima TNI pun dikhawatirkan menjadi figur politik.

"Sehingga dia merasa sebagai figur politik bukan figur tentara profesional," kata dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh peneliti Imparsial Ardi Manto. Menurut dia, Presiden Jokowi dan DPR harus mendorong realisasi reformasi sektor keamanan untuk menciptakan aparat keamanan yang profesional dan tidak kontroversial.

"Kami mendesak kepada Presiden dan DPR untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh atas sektor pertahanan untuk mendorong terciptanya sektor pertahanan yang baik, kuat dan profesional," ujar Ardi.

Gatot ciptakan kontroversi

Ardi menuturkan, berdasarkan catatan Imparsial, Panglima TNI Gatot Nurmantyo beberapa kali bersikap kontroversial. Gatot, kata Ardi, pernah memantik polemik dengan hadir di dalam Rapimnas salah satu partai politik serta menyampaikan kritik terhadap pemerintah melalui sebuah puisi.

Selain itu, Gatot juga dinilai pernah membuat kebijakan yang tidak sejalan dengan UU TNI, yakni membuat berbagai nota kesepahaman atau MoU dengan instansi pemerintah lainnya.

Menurut Ardi, Pasal 7 ayat 2 dan 3 UU TNI menyebutkan bahwa Operasi Militer Selain Perang (OMSP) hanya bisa dilakukan melalui keputusan politik negara, bukan melalui MoU.

Lebih lanjut, Panglima TNI juga pernah memantik konflik terbuka dengan Menteri Pertahanan ketika melakukan rapat kerja di DPR yang sempat diliput oleh media melalui pernyataan dan sikapnya terkait masalah anggaran.

"Pernyataan dan sikap itu menciptakan hubungan yang tidak konstruktif antara Panglima TNI dan Menteri Pertahanan yang akan mempengaruhi sektor pertahanan," kata Ardi. 

Halaman:


Terkini Lainnya

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com