JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Solidaritas Indonesia Tsamara Amany menganggap Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi bohong jika beralasan ingin memperkuat KPK.
Justru, pernyataan politisi PDI Perjuangan Henry Yosodiningrat yang ingin KPK dibekukan merupakan tujuan sesungguhnya. Ia menyayangkan pernyataan itu terlontar dari kader partai pendukung pemerintah.
"Kalau KPK kewenangannya betul dipreteli, dibekukan, kemudian KPK hanya melakukan kewenangan supervisi, pencegahan, maka lama kelamaan mereka sepakat KPK tidak penting lagi. Kita andalkan kepolisian dan kejaksaan dan selanjutnya KPK akan bubar," ujar Tsamara dalam diskusi di Jakarta, Minggu (10/9/2017).
(Baca juga: Projo: Jangan Sampai di Era Jokowi Terjadi Pembekuan KPK, Memalukan...)
Tsamara mengatakan, hal tersebut ironis dengan kerja pemerintah saat ini di mana pembangunan infrastruktur sedang gencar-gencarnya. Jika tidak diawasi KPK, maka makin banyak koruptor yang merasa aman dan bebas menggerogoti anggaran negara.
"Pak Jokowi membutuhkan KPK di situ untuk menjamin uang negara. Kalau ada yang mencuri, ada yang nangkap, ada efek jera penyelamatan uang rakyat," kata Tsamara.
"Ini justru partai-partai pendukung pemerintah mempersulit, kayak setengah hati dukung Presiden dalam pembangunan," ujar dia.
Jika Jokowi tak bersikap mulai dari sekarang, kata Tsamara, maka ia sendiri yang akan menanggung beban itu.
Tsamara mengatakan, hampir dipastikan rekomendasi pansus nantinya akan berujung pada pelemahan KPK. Jokowi sebagai pucuk pimpinan negara harus menjalankan rekomendasi itu karena sifatnya mengikat.
"Jadi perlu kita sayangkan dan bagi saya 'bola panas' ini akan mengarah Pak Jokowi. Bola panas ini diberikan partai pendukung pemerintah ke Pak Jokowi," kata Tsamara.
(Baca juga: Wacana Pembekuan KPK dan Upaya Melawan Kehendak Rakyat...)
Sementara itu, Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Babtuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan, Jokowi harus menjaga KPK agar tidak mati di rezimnya sendiri. Padahal, termuat dalam Nawacita bahwa Jokowi berkomitmen penuh untuk memberantas korupsi.
Dalam pidatonya di sidang paripurna 16 Agustus 2017 lalu, Jokowi kembali menegaskan bahwa KPK harus diperkuat.
"Kalau Jokowi ingin klaim bahwa pemerintahannya bersih, harus ciptakan sistem yang bersih, harus ada pengawasan dan penindakan yang kuat," kata Isnur.
Isnur mengatakan, yang selama ini terjadi, Jokowi hanya mendapatkan laporan yang bagus soal institusi di bawahnya. Misalnya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), mendapat predikat wajar tanpa pengecualian dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Tak lama kemudian, Inspektur Jenderalnya, Sugito, ditangkap KPK karena korupsi.
Contoh lain, yakni Direktur Jenderal Hubungan Laut Kementerian Perhubungan, Antonius Tonny Budiono yang diketahui banyak prestasi dan melakukan perubahan di direktoratnya, ternyata menyimpan uang hingga Rp 22 miliar di mess tempat tinggalnya.
"Jangan sampai Jokowi dapat laporan lain, ini bersih laporannya, tapi di bawahnya keropos. Tinggi angka korupsinya," kata Isnur.
(Baca juga: Politisi PDI-P Usul Pembekuan KPK, Ini Respons Presiden Jokowi)