Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi, KPK Terancam Beku Saat Pemerintah Gencar Bangun Infrastruktur

Kompas.com - 11/09/2017, 07:50 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Solidaritas Indonesia Tsamara Amany menganggap Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi bohong jika beralasan ingin memperkuat KPK.

Justru, pernyataan politisi PDI Perjuangan Henry Yosodiningrat yang ingin KPK dibekukan merupakan tujuan sesungguhnya. Ia menyayangkan pernyataan itu terlontar dari kader partai pendukung pemerintah.

"Kalau KPK kewenangannya betul dipreteli, dibekukan, kemudian KPK hanya melakukan kewenangan supervisi, pencegahan, maka lama kelamaan mereka sepakat KPK tidak penting lagi. Kita andalkan kepolisian dan kejaksaan dan selanjutnya KPK akan bubar," ujar Tsamara dalam diskusi di Jakarta, Minggu (10/9/2017).

(Baca juga: Projo: Jangan Sampai di Era Jokowi Terjadi Pembekuan KPK, Memalukan...)

Tsamara mengatakan, hal tersebut ironis dengan kerja pemerintah saat ini di mana pembangunan infrastruktur sedang gencar-gencarnya. Jika tidak diawasi KPK, maka makin banyak koruptor yang merasa aman dan bebas menggerogoti anggaran negara.

"Pak Jokowi membutuhkan KPK di situ untuk menjamin uang negara. Kalau ada yang mencuri, ada yang nangkap, ada efek jera penyelamatan uang rakyat," kata Tsamara.

"Ini justru partai-partai pendukung pemerintah mempersulit, kayak setengah hati dukung Presiden dalam pembangunan," ujar dia.

Jika Jokowi tak bersikap mulai dari sekarang, kata Tsamara, maka ia sendiri yang akan menanggung beban itu.

Tsamara mengatakan, hampir dipastikan rekomendasi pansus nantinya akan berujung pada pelemahan KPK. Jokowi sebagai pucuk pimpinan negara harus menjalankan rekomendasi itu karena sifatnya mengikat.

"Jadi perlu kita sayangkan dan bagi saya 'bola panas' ini akan mengarah Pak Jokowi. Bola panas ini diberikan partai pendukung pemerintah ke Pak Jokowi," kata Tsamara.

(Baca juga: Wacana Pembekuan KPK dan Upaya Melawan Kehendak Rakyat...)

Sementara itu, Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Babtuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan, Jokowi harus menjaga KPK agar tidak mati di rezimnya sendiri. Padahal, termuat dalam Nawacita bahwa Jokowi berkomitmen penuh untuk memberantas korupsi.

Dalam pidatonya di sidang paripurna 16 Agustus 2017 lalu, Jokowi kembali menegaskan bahwa KPK harus diperkuat.

"Kalau Jokowi ingin klaim bahwa pemerintahannya bersih, harus ciptakan sistem yang bersih, harus ada pengawasan dan penindakan yang kuat," kata Isnur.

Isnur mengatakan, yang selama ini terjadi, Jokowi hanya mendapatkan laporan yang bagus soal institusi di bawahnya. Misalnya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), mendapat predikat wajar tanpa pengecualian dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

Tak lama kemudian, Inspektur Jenderalnya, Sugito, ditangkap KPK karena korupsi.

Contoh lain, yakni Direktur Jenderal Hubungan Laut Kementerian Perhubungan, Antonius Tonny Budiono yang diketahui banyak prestasi dan melakukan perubahan di direktoratnya, ternyata menyimpan uang hingga Rp 22 miliar di mess tempat tinggalnya.

"Jangan sampai Jokowi dapat laporan lain, ini bersih laporannya, tapi di bawahnya keropos. Tinggi angka korupsinya," kata Isnur.

(Baca juga: Politisi PDI-P Usul Pembekuan KPK, Ini Respons Presiden Jokowi)

Kompas TV Namun, pihak istana menegaskan, presiden tak bisa mengintervensi, karena hak angket adalah kewenangan penuh DPR sebagai lembaga legislatif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com