Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan MK Belum Keluarkan Putusan Sela Uji Materi soal Hak Angket

Kompas.com - 05/09/2017, 16:28 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) belum akan mengeluarkan putusan provisi atau putusan sela atas gugatan uji materi soal hak angket yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Ketua MK Arief Hidayat mengatakan, para hakim masih perlu mendengarkan keterangan semua pihak untuk membuat kesimpulan perlu atau tidaknya MK mengeluarkan putusan provisi.

"Jadi, kenapa kami belum memutus provisi karena belum mendengarkan semua pihak," kata Arief, dalam persidangan uji materi terkait hak angket KPK yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Selasa (5/9/2017).

Sebelumnya, putusan provisi diminta oleh Tim Advokasi Selamatkan KPK dari Angket DPR selaku pemohon dengan nomor perkara 47/PUU-XV/2017.

Baca: ICW Berharap Putusan Sela Uji Materi Hak Angket Segera Dikeluarkan MK

Putusan provisi perlu segera diterbitkan agar proses angket oleh Pansus Hak Angket DPR RI terhadap KPK berhenti untuk sementara, selama uji materi masih berlangsung di MK.

Dengan demikian, putusan final MK atas permohonan yang diajukan pihaknya bisa menjadi sia-sia.

MK meminta para pemohon untuk bersabar dan menunggu putusan hakim setelah mendegarkan keterangan seluruh pihak.

"Untuk bisa dimengerti para pemohon," kata Arief.

Dihubungi terpisah, Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, putusan provisi pernah diterapkan MK, yakni sebelum menjatuhkan putusan akhir dalam perkara 133/PUU-VII/2009 tertanggal 28 Oktober 2009 dalam pengujian UU 30/2002 tentang KPK yang diajukan oleh mantan Pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah (Bibit-Chandra).

Fajar menjelaskan, relevansi putusan sela dalam pengujian undang-undang adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM apabila suatu norma hukum diterapkan, sementara pemeriksaan atas pokok permohonan masih berjalan. Padahal, hak-hak konstitusional Pemohon yang dirugikan tidak dapat dipulihkan melalui putusan akhir.

Dalam perkara yang diajukan Bibit-Chanda, MK tidak mengabulkan seluruh permohonan putusan provisi.

"Menurut pertimbangan MK, yang bisa dilakukan MK adalah menunda penerapan Pasal 30 ayat (1) huruf c jo Pasal 32 ayat (3) UU KPK oleh Presiden, tindakan administratif pemberhentian pimpinan KPK yang menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan," kata Fajar.

Kompas TV Namun, pihak istana menegaskan, presiden tak bisa mengintervensi, karena hak angket adalah kewenangan penuh DPR sebagai lembaga legislatif.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com