JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI Wiranto meminta Kementerian Hukum dan HAM membuat regulasi untuk menutup celah bagi perusahaan yang berpotensi melakukan manipulasi.
Permintaan itu disampaikannya pada rapat koordinasi terbatas yang membahas kasus First Travel, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (29/8/2017).
"Kami mengingatkan kembali dari Kemenkumham agar regulasi-regulasi yang masih punya ruang untuk perusahaan-perusahaan melakukan manipulasi kepada publik, itu diteliti kembali," kata Wiranto.
Hadir para rakortas ini, di antaranya Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, Sekjen Kementerian Agama Nur Syam, perwakilan dari Kemenkumham dan Polri.
Baca: Soal First Travel, PPATK Enggan Sebut Pemilik Rekening yang Dianalisis
Wiranto mengatakan, ia meminta hal itu diteliti kembali karena kasus seperti First Travel sudah beberapa kali terjadi.
Menurut dia, bisa jadi hal ini terjadi karena lemahnya regulasi.
"Perusahaan yang kemudian melakukan transaksi ke publik ternyata ada kecenderungan penipuan itu kan sudah seringkali terjadi, barangkali regulasinya lemah. Kita teliti lagi di situ," ujar Wiranto.
Wiranto menekankan, pemerintah tidak menutup mata atas kasus First Travel.
Pemerintah mencoba mengamankan masyarakat atau konsumen dari perilaku manipulasi yang bisa merugikan publik.
"Kita mencoba untuk mengamankan konsumen atau publik dari perilaku-perilaku perusahaan yang nyata-nyata merugikan kepentingan masyarakat," ujar Wiranto.
Baca: PPATK Temukan Sisa Aset Milik Bos First Travel Sebesar Rp 7 Miliar
Seperti diketahui, dalam kasus First Travel, penyidik menetapkan Direktur Utama First Travel Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Hasibuan, sebagai tersangka.
Pada pengembangan kasus ini, polisi juga menetapkan adik Anniesa, Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan selaku Direktur Keuangan sekaligus Komisaris First Travel, sebagai tersangka.
Modusnya yakni menjanjikan calon jemaah untuk berangkat umrah dengan target waktu yang ditentukan.
Hingga batas waktu tersebut, para calon jemaah tak kunjung menerima jadwal keberangkatan.
Bahkan, sejumlah korban mengaku diminta menyerahkan biaya tambahan agar bisa berangkat.
Polisi telah menyita rumah mewah, kantor First Travel, hingga butik Anniesa di Kemang, Jakarta Selatan.
Selain itu, ada juga sejumlah mobil mewah dan beberapa rekening yang disita.
Namun, aset yang disita dianggap tidak sebanding dengan uang calon jemaah yang digelapkan tersangka.