Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P Nilai Perlu Ada Badan Pengawas untuk KPK

Kompas.com - 24/08/2017, 15:23 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) telah menerima laporan temuan sementara panitia khusus hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bendahara Fraksi PDI-P Alex Indra Lukman menuturkan pihaknya tengah mempelajari temuan tersebut. Untuk sementara, Fraksi PDI-P menilai perlu adanya sebuah badan pengawas untuk KPK.

"Memang tidak ada dalam sejarah di republik ini bahwa ada lembaga bekerja tanpa pengawasan dapat berjalan dengan benar atau katakanlah ideal seperti yang diharapkan," ujar Alex di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/8/2017).

Namun, PDI-P masih mencermati apakah pembentukan badan pengawas mesti melalui revisi revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alex menambahkan, saat ini KPK baru membentuk dewan etik jika ada satu masalah yang dihadapi, sehingga tidak ada pengawasan yang melekat.

(Baca: Kerja Pansus Angket Berpotensi Mengarah kepada Revisi UU KPK)

"Nah apakah badan pengawas melalui revisi atau tidak, itu urusannya kami sekarang lagi mencermati itu. Tapi saya rasa kita harus sepakat bahwa tidak ada satu pun lembaga di republik ini berjalan dengan benar tanpa ada pengawasan," ucap dia.

Adapun untuk poin lainnya, fraksi masih mencermati kerja pansus. Sebab, saat ini pansus masih melanjutkan kerjanya. Alex menegaskan, arah fraksi akan berdasarkan temuan-temuan dari pansus.

"Karena itu mandat yang kami berikan pada pansus, dimana ada anggota dari PDI-P di sana. Dari temuan itu partai, dalam hal ini fraksi, kemudian mengambil sikap," anggota Komisi V DPR itu.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK sudah pasti akan menjadi salah satu rekomendasi kerja Panitia Khusus Hak Angket KPK.

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah bersiap untuk menindaklanjuti rekomendasi Pansus.

 

(Baca: Fahri Hamzah: Karena Guru Besar Tolak Revisi UU, KPK Jadi Lembaga Suci)

Fahri melihat, KPK sudah seperti negara dalam negara karena tidak memiliki ketundukan pada prosedur bernegara yang sudah baku, baik dalam hukum acara, penegakan hukum maupun terkait hak-hak warga negara.

Sementara itu, Wakil Ketua Panitia Khusus Hak Angket KPK, Masinton Pasaribu menegaskan penyelidikan pansus masih berjalan sehingga belum ada rekomendasi pansus, termasuk rekomendasi untuk merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Pansus angket ini masih bekerja, belum membuat sebuah kesimpulan," ujar Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/8/2017).

Adapun terkait adanya pernyataan beberapa anggota yang memprediksi arah akhir pansus bisa berupa revisi UU KPK, Masinton berpendapat hal itu sah saja karena setiap anggota berhak menyampaikan usulan.

Kompas TV Yulianis menyatakan ada mantan komisioner KPK yang mendapat sejumlah uang dari mantan bosnya, Muhammad Nazaruddin.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com