JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Agung Laksono menilai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bisa dilakukan selama tak memperlemah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu disampaikan Agung menanggapi wacana revisi Undang-undang KPK sebagai rekomendasi dari Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK.
"Sepanjang tidak dalam posisi kemudian menghilangkan kewenangan atau mengurangi kewenangan KPK atau sering istilah publik melemahkan KPK, bisa-bisa saja," kata Agung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/8/2017).
Namun, ia meminta revisi sama sekali tidak mengarah pada pengurangan kewenangan KPK dalam menyelidiki, menyidik, dan menuntut dalam perkara tindak pidana korupsi, sebab ketiganya merupakan tugas pokok KPK.
(Baca: Kerja Pansus Angket Berpotensi Mengarah kepada Revisi UU KPK)
Ia juga menganggap KPK tak perlu diberikan kewenangan menghentikan kasus karena telah memiliki mekanisme yang terukur dalam penetapan tersangka.
"Kalau menurut saya itu (penghentian kasus) tidak boleh diubah. Saya hanya minta supaya proses itu bisa dipercepat, jadi tidak perlu dipercepat," lanjut dia.
Sebelumnya, Anggota Pansus Hak Angket KPK Eddy Kusuma Wijaya mengatakan, ada kemungkinan rekomendasi Pansus berupa revisi UU KPK.
(Baca: Pimpinan Pansus Angket: Belum Ada Rekomendasi Revisi UU KPK)
"Kalau rekomendasi biasa mungkin enggak dijalankan oleh mereka. Contoh, hasil angket Bank Century. Kan enggak dilaksanakan," ujar Eddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2017).
Sinyal persetujuan revisi dari pihak pemerintah juga disampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kalla mengatakan, pemerintah akan mendukung segala bentuk penguatan terhadap KPK, termasuk revisi UU.
Menurut Kalla, dukungan kepada DPR untuk merevisi UU KPK bukan berarti pemerintah melakukan pelemahan terhadap KPK.