JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur PT Mahkota Negara, Marisi Matondang, dituntut 4 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mantan anak buah Muhammad Nazaruddin itu juga dituntut membayar denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.
"Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama," ujar jaksa KPK Ronald Worotikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/8/2017).
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan Marisi tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi.
Meski demikian, Marisi dianggap tidak mendapat keuntungan dalam pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana (RS PKIP Unud).
Selain itu, dalam kasus ini kerugian negara telah dikembalikan.
Kemudian, Marisi telah bertindak sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum atau justice collaborator.
Menurut jaksa, Marisi terbukti ikut serta dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana (RS PKIP Unud). Perbuatan Marisi diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 7 miliar.
Dalam kasus ini Marisi turut serta bersama-sama dengan pejabat pembuat komitmen dalam proyek alkes, Made Meregawa dan pemilik Permai Grup, Muhammad Nazaruddin, melakukan rekayasa dalam proses pengadaan alkes RS PKIP Unud tahun anggaran 2009.
Rekayasa dilakukan agar PT Mahkota Negara ditetapkan menjadi pemenang lelang, dengan cara mencari dan mengusulkan nama perusahaan peserta lelang yang akan menjadi pendamping PT Mahkota Negara.
Selain itu, Marisi juga terlibat dalam merekayasa dokumen administrasi dan surat penawaran harga dari perusahaan pendamping.
Kemudian, memengaruhi panitia pengadaan untuk menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) berdasarkan data dan harga dari PT Mahkota Negara.
Dalam prosesnya, Marisi juga memengaruhi panitia lelang dengan cara melibatkan pegawai Permai Grup dalam proses evaluasi penawaran, serta membuat dan menandatangani berita acara serah terima barang/pekerjaan yang fiktif.
Hal itu dilakukan dengan tujuan agar pembayaran pekerjaan pengadaan alkes dibayarkan 100 persen, walau tidak sesuai prestasi pekerjaan yang sebenarnya.
Menurut jaksa, perbuatan Marisi telah memperkaya PT Mahkota Negara sebesar Rp 5,4 miliar.
Sesuai perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), perbuatan itu telah merugikan negara Rp 7 miliar.
Atas perbuatan tersebut, Marisi dinilai melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.