JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Persatuan Islam (Persis) selaku pemohon uji materi terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) menyatakan, terbitnya perppu ini telah menyebabkan teror di kalangan anggota dan internalnya.
Hal tersebut disampaikan kuasa hukum Persis, Muhammad Mahendradatta, dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (15/8/2017).
"Sejak terbitnya perppu a quo secara faktual telah menyebabkan teror di kalangan anggota dan pengurus Persis," kata Mahendradatta di ruang sidang MK, Selasa.
Mahendradatta mengatakan, Persis menjadi khawatir terjebak oleh konstruksi hukum pada perppu tersebut yang dapat mempidanakan anggota dan pengurusnya, baik langsung atau tidak langsung, jika melakukan hal yang dilarang perppu tersebut.
"Padahal tugas mereka hanyalah menyebarkan dakwah Islam yang sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah sebagai pedoman hidup bagi umat Islam," ujar Mahendradatta.
Menurut dia, apa yang dilakukan Persis merupakan hak konstitusional yang dilindung Pasal 28E UUD 1945.
(Baca juga: Koalisi: Ada Banyak Cara Hilangkan Radikalisme Selain Terbitkan Perppu Ormas)
Mahendradatta juga mengatakan, dengan berlakunya norma Pasal 59 Ayat 3 huruf a pada Perppu Ormas, bentuk dan gerakan Persis dapat disalahartikan sebagai perbuatan tindak permusuhan.
Sebab, sifat dan bentuk gerakan Persis disebut banyak mendidik hal yang masih dianggap asing. Misalnya Persis mendakwah bahwa upacara sesajen, tahlilan, tujuh bulanan, adalah termasuk perbuatan yang harus ditinggalkan oleh umat Muslim.
Persis juga memfatwakan bahwa khusus masyarakat Muslim, haram memilih pemimpin non-muslim. Kemudian, Persis senantiasa mengingatkan umat agar tidak mengumbar aurat di muka umum.
"Tentunya dengan Pasal 59 Perppu Nomor 2 Tahun 2017, ini dapat dengan mudah digolongkan sebagai penyebar permusuhan dan kebencian," ujar dia.