Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Novel Diminta Kooperatif untuk Diperiksa Polisi dalam Kasus Penyerangannya

Kompas.com - 06/08/2017, 14:39 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan hingga kini belum diperiksa kepolisian secara pro justicia dalam rangka pengusutan kasus penyerangannya menggunakan air keras oleh orang tak dikenal.

Antara KPK dan Polri sendiri seolah 'saling tunggu' untuk memeriksa Novel yang sedang dirawat akibat penyerangan tersebut di rumah sakit di Singapura.

Polri sebelumnya sudah menyatakan, keterangan Novel akan menjadi pintu masuk pengembangan kasus yang sejak terjadi pada 11 April 2017 itu belum terpecahkan.

Kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala mengatakan, sangat aneh dalam kasus kriminal, korbannya belum diperiksa secara pro justicia dalam hal ini di-BAP.

Padahal, dalam teori penyidikan, kata Adrianus, itu perlu mencari kejelasan suatu segitiga, yakni pelaku, korban dan bukti.

 

Baca: Tolak Diperiksa, Novel Disebut Hambat Kerja Polisi

Pelaku dalam kasus ini belum terungkap. Sehingga tersisa korban dan bukti. Bukti bisa berupa saksi mata, barang bukti, dan petunjuk-petunjuk.

"Menariknya dalam kasus Novel ini, polisi dipaksa untuk mencari-cari dari sudut bukti, untuk kemudian mencari tahu siapa pelaku. Sementara dalam hal ini korban kelihatan tidak kooperatif. Mengapa demikian, karena dia belum pernah diperiksa secara pro justicia, belum pernah di BAP," kata Adrianus, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (6/8/2017).

Sementara Novel, menurut Adrianus, lebih memilih berbicara kepada media-media. Padahal, keterangan Novel di media massa belum tentu bisa dipertanggungjawabkan.

"Bagi saya aneh saja Novel kan penyidik, kok lebih memilih bicara di media, sementara dia sendiri enggak pernah memberi keterangan di bawah sumpah (di BAP)," ujar Adrianus.

 

Baca: Apa yang Mau Digali Polisi dari Pemeriksaan terhadap Novel Baswedan?

Adrianus yakin, dalam mengusut kasus Novel, Polri akan independen meski ada isu keterlibatan petinggi polisi di kasus penyerangan itu.

"Saya kira Polri pada saatnya akan balik mengatakan begini, bagaimana kami bisa optimal kalau korban saja tidak pernah kooperatif," ujar Adrianus.

Sehingga untuk mengembangkan kasus agar semakin jelas, lanjut dia, semua pihak harus diekplorasi kepolisian, dalam hal ini bukti dan korban.

Soal kehadiran pihak-pihak yang ingin membentuk tim independen dinilainya tidak akan membantu.

"Kalau melibatkan pihak-pihak lain, itu yang ada ilmu intel, ilmu cocokologi namanya itu. Mereka enggak tahu apa-apa," ujar Adrianus.

Sebab, Adrianus menyatakan, dalam mengusut kasus kriminal, kepolisian tentu menggunakan ilmu penyidikan. Dalam hal tersebut, semuanya berangkat dari tempat kejadian perkara (crime scene).

"Di mana kemudian di situlah pelan-pelan dinaikan, dibangun seperti batu bata, dinaikan, sehingga jelaslah hubungan antara siapa pelakunya, korbannya (kan kita) sudah tahu ya, dan buktinya," ujar Adrianus.

Kompas TV KPK Gelar Doa Bersama Untuk Novel Baswedan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com