Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi Hukum MUI: Penerbitan Perppu Ormas Bukan Langkah Otoriter

Kompas.com - 20/07/2017, 22:39 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Erfandi menyayangkan adanya anggapan pemerintah bertindak otoriter dengan menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

"Kalau melihat Pasal 51 dan 60 tujuannya jelas, menjaga kedaulatan bangsa. Sangat disayangkan bila ada yang menganggap sebagai langkah yang otoriter," ujar Erfandi dalam sebuah diskusi Perppu Ormas di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (20/7/2017).

Erfandi menjelaskan, mekanisme pengadilan dalam proses pembubaran sebuah ormas tidak ditiadakan dengan terbitnya perppu tersebut. Ormas yang dibubarkan pemerintah seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), lanjut dia, bisa mengajukan gugatan ke pengadilan.

"Proses peradilan itu bukan tidak ada. Jadi logikanya begini, kalau HTI dihubarkan dan mereka merasa tidak bersalah, mereka bisa membuktikannya di pengadilan," tuturnya.

(Baca: Jokowi Minta Ulama Redam Gejolak Penolakan Perppu Ormas)

Di sisi lain, Erfandi menilai pemerintah tidak bisa sewenang-wenang membubarkan ormas. Sebab, di dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan secara jelas menyatakan pemerintah hanya bisa membubarkan ormas yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.

"Pasal 1, 2 dan 3 yang mengatur tentang asas ciri dan kegiatan ormas yang tidak boleh bertentangan pancasila itu sudah jelas di UU Ormas da itu tidak dibatalkan. Yang dibatalkan hanya 18 pasal," kata Erfandi.

Sebelumnya, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto menilai penerbitan Perrpu Ormas sebagai bentuk kesewenang-wenangan pemerintah.

"Perppu itu jelas kezaliman pemerintah, bentuk kesewenang-wenangan pemerintah. Pemerintah mau membubarkan HTI tapi tidak sesuai undang-undang," ujar Ismail saat dihubungi, Selasa (11/7/2017).

(Baca: HTI Ajukan Gugatan "Judicial Review" Perppu Ormas ke MK)

Menurut Ismail, upaya pembubaran sebuah ormas oleh pemerintah harus dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).

Pasal mengenai pembubaran ormas, lanjut Ismail, dibuat dalam beberapa tahap pendahuluan agar pemerintah tidak bisa sewenang-wenang. Jika mengacu pada UU Ormas, mekanisme pembubaran seharusnya didahului dengan memberikan surat peringatan.

"Seharusnya kan lewat mekanisme yang diatur dalam UU Ormas dan ada langkah pendahuluan melalui surat peringatan tiga kali," kata Ismail.

"Memang UU itu dirasa menyulitkan pemerintah untuk melakukan pembubaran. Lantas membuat Perppu untuk rencana pembubaran. Tidak heran kalau publik menilai itu pemerintah kesewenangan pemerintah," ucapnya.

Kompas TV Menurutnya pemerintah punya bukti yang kuat terkait kasus pembubran HTI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Polemik UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Soal Polemik UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com