Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meutya Hafid Sebut Penutupan Aplikasi yang Tak Kooperatif Harus Didukung

Kompas.com - 16/07/2017, 18:39 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi 1 DPR RI Meutya Hafid mendukung langkah Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, untuk menutup beberapa media sosial yang dinilai tidak kooperatif dengan pemerintah.

Penutupan itu perlu dilakukan terutama dalam menangkal konten berbau hoax, fake news, dan radikalisme dalam bentuk foto, tulisan hingga video.

Namun, upaya tersebut juga harus didukung berbagai pihak, termasuk perusahaan media sosial yang diblokir tersebut.

“Kami meminta berbagai platform dan perusahaan media sosial untuk mendukung langkah pemerintah untuk menangkal berbagai berita hoax yang menyesatkan dan menimbulkan ketidaktentraman di masyarakat," ujar Meutya melalui siaran pers, Minggu (16/7/2017).

Kemenkominfo baru saja memblokir aplikasi Telegram karena ditemukan banyak kanal yang bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

(Baca: Mengapa Aplikasi Telegram Disukai Teroris?)

Meutya mengatakan, terorisme makin mengancam dan membahayakan semua orang. Apalagi, kini kelompok teroris merekrut anggotanya melalui media sosial.

"Kami ingin masyarakat mendapatkan informasi yang benar, bukan informasi yang provokatif," kata Meutya.

Meutya mengatakan, saat ini peredaran konten radikal di internet begitu luas dan sulit dibendung. Tak hanya melalui website, konten radikal juga menyebar di media sosial dan bisa dengan mudah diakses.

Melalui media sosial, kata dia, setiap harinya jaringan teroris bisa merekrut hingga 500 orang.

"Untuk itu, kami mendukung Kemenkominfo mengambil tindakan tegas membersihkan dunia maya dari konten radikalisme dan terorisme," kata Meutya.

(Baca: Teroris Pengguna Telegram, Kasus Bom Thamrin hingga Penusukan Polisi di Masjid Falatehan)

Terkait dengan Telegram, Meutya meyakinkan kepada masyarakat untuk tidak perlu khawatir.

"Jika sudah ada komitmen dan perbaikan sikap, saya rasa blokir dapat dibuka kembali oleh pemerintah," kata dia.

Selain itu, Meutya juga meminta kepada pemerintah untuk menyiapkan program literasi media kepada masyarakat khususnya anak-anak muda. Melalui literasi media, masyarakat akan mampu menerjemahkankan berita yang diterima, sehingga kesalahpahaman tidak akan terjadi.

"Selain itu, masyarakat memahami sumber berita yang yang jelas validitasnya. Terakhir, masyarakat dapat menerima atau tidak isi berita tersebut dengan menggunakan logika," ucap Meutya.

Kompas TV Kurang dari 3 hari pasca-kejadian, pelaku pembacokan pakar teknologi informasi Institut Teknologi Bandung, Hermansyah, akhirnya ditangkap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com