JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesti Internasional Indonesia mendesak pemerintah Indonesia untuk melarang masuknya barang-barang yang diproduksi di wilayah pendudukan Israel di Palestina ke negeri ini.
Konsumsi atas barang-barang itu dinilai berperan serta dalam melanggengkan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di wilayah pendudukan di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza.
Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Indonesia Usman Hamid di Jakarta, Rabu (7/6/2017), mengatakan, pendudukan wilayah Palestina oleh Israel telah menimbulkan banyak pelanggaran hak asasi manusia. Sedikitnya, ada 100.000 hektar lahan Palestina telah disesuaikan untuk penggunaan wilayah pendudukan secara eksklusif.
Kemudian, rumah-rumah dibongkar dan ratusan ribu warga Palestina dipindahkan secara paksa.
"Banyak keluarga dipaksa keluar dari rumah atau tanah mereka dalam rangka mensterilkan daerah untuk pembangunan," kata Usman.
(Baca juga: Jokowi Sebut Dukungan Indonesia-Swedia ke Palestina Jadi Modal Kerja Sama)
Dalam kesempatan itu, Amnesti meluncurkan kampanye penghentian 50 tahun pelanggaran hak asasi manusia di wilayah pendudukan Israel. Amnesti mengajak masyarakat untuk menyampaikan dukungannya atas seruan ini melalui petisi bertajuk "Pelanggaran HAM di Palestina Harus Tutup Usia" di change.org.
Hadir dalam acara itu Pelapor Khusus PBB untuk Situasi HAM Palestina, Makarim Wibisono; mantan Jaksa Agung sekaligus mantan Pelapor Khusus untuk Situasi HAM Korea, Marzuki Darusman; Direktur Sekolah Kajian Strategis dan Global UI, Muhammad Luthfi Zuhdi; dan perwakilan dari Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam), PBNU Ufy Ulfiyah.
Dalam acara ini, para tokoh yang hadir menyatakan sikap dan dukungannya terhadap penghentian pelanggaran hak asasi manusia di Palestina.
Usman Hamid mengatakan, penggalangan dukungan ini akan digencarkan selama beberapa bulan ke depan. Pihaknya, lanjut Usman, juga akan menggandeng lembaga atau organisasi yang relevan dan peduli dengan masalah di Palestina.
Sementara ini lembaga yang sudah digandeng adalah Nahdlatul Ulama, khususnya Lakpesdam.
"Petisi, rencananya akan disampaikan ke Presiden pada akhir tahun, bulan November atau Desember," kata Usman.
Menurut Usman, hingga saat ini petisi yang telah pihaknya telah mendapat dukungan sekitar 5.000 suara.