JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusional (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, mempertanyakan keberanian Komisi Yudisial (KY) untuk memanggil dan memeriksa Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Suwardi.
Suwardi dilaporkan ke KY oleh sejumlah elemen masyarakat atas dugaan pelanggaran etik karena memandu pelantikan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah beberapa waktu lalu.
Feri berpendapat, ada pelanggaran kode etik yang dilakukan Suwardi.
"Nah sekarang kan banyak kelompok masyarakat sudah mengajukan itu agar KY memeriksa. Pertanyaannya sederhana, kapan KY berani memanggil wakil ketua MA yang sebentar lagi akan pensiun itu?" kata Feri, ditemui usai sebuah diskusi, di Jakarta, Jumat (2/6/2017).
Menurut Feri, ada ketakutan KY terhadao MA. Seharusnya, KY lebih berani menjalankan kewenangannya.
"Harusnya KY mulai tampil dan berani menanggapi sikap antipati MA terhadap KY itu," kata Feri.
Feri menilai, selama ini MA beranggapan memiliki kewenangan penuh dan tak tersentuh oleh KY.
Di satu sisi, KY tidak merespons hal tersebut dengan keberanian bersikap.
"Selama ini KY terlalu pasif menurut saya," kata dia.
Feri mengatakan, jika akhirnya rekomendasi KY tidak dijalankan oleh hakim MA, setidaknya ada rekomendasi yang dikeluarkan. Selanjutnya, publik yang akan melakukan penilaian terhadap MA.
"Bagaimana hakim yang sudah melanggar etik memutuskan perkara kita? Itu publik yang menghukumnya sendiri. Ada hukuman publik. Ketika KY memutuskan itu, publik akan men-support KY dengan melihat hakim itu sebagai pelaku pelanggar etik," kata Feri.