JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pansus Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu Lukman Edy m tienilai, mekanisme seleksi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) oleh Panitia Seleksi (Pansel) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak akan menimbulkan politik transaksional.
Ada kekhawatiran sistem baru yang diusulkan dalam RUU Pemilu ini akan memunculkan transaksional, yaitu ada yang menitipkan calon agar diloloskan DPRD saat fit and proper test.
"Apakah membuka peluang untuk transaksional? Saya awalnya curiga juga akan rawan transaksional. Tetapi faktanya begitu draf RUU Pemilu ini kami rilis, yang menolak adalah DPD yang ada partainya," kata Lukman, dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/5/2017).
Lukman menganalogikannya dengan permainan judi (gambling).
Bagi penjudi, jika kemungkinan menangnya kecil atau risikonya terlalu besar, maka dia tidak akan bertaruh banyak untuk menang.
(Baca: Seleksi Anggota DPD oleh Pansel dan DPRD Dikhawatirkan Munculkan Politik Transaksional)
"Siapa yang mau ambil kemungkinan 4/20. Tidak ada orang yang mau bayar jika kemungkinannya 1/5 untuk lolos fit and proper test," kata Lukman.
"Penjudi itu maunya minimal 1/4 atau 1/3 kemungkinan dia terpilih," lanjut dia.
Selain itu, Lukman mengatakan, terkait kekhawatiran Pansel tak independen, sebaiknya pihak yang meragukan tersebut mengajukan usulan.
"Tapi intinya harus ada seleksi," kata Lukman.
Potensi politik transaksional
Sebelumnya, Ketua Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan DPD RI, John Pieris, mengatakan, model seleksi seperti itu berpotensi memunculkan praktik transaksional.
"Dikhawatirkan muncul politik transaksional dalam proses seleksi itu," kata John.
John mengatakan, partai politik penguasa kursi di tingkat daerah berpotensi 'menitipkan' calon-calonnya di DPD.
(Baca: Pansus Tak Sepakat Usulan Anggota DPD Diseleksi Pansel Disebut Inkonstitusional)
Senada dengan John, pengamat politik Lembaga Analis Politik Indonesia (L-API) Maksimus Ramses Lalongkoe mengatakan, model tersebut berpotensi membuka ruang terjadinya kompromi politik, kolusi, dan nepotisme.
"Kenapa? Karena saya tidak menjamin bahwa pansel-pansel itu betul-betul independen, netral dan tidak berafiliasi dengan politik manapun," kata Maksimus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.