JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat Paripuna DPR pada Jumat (28/4/2017) lalu menyetujui penggunaan hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Awalnya, wacana angket ini bergulir setelah mantan anggota Komisi II DPR, Miryam S Haryani, kepada penyidik KPK mengaku ditekan sejumlah anggota Komisi III terkait kasus e-KTP.
Pernyataan ini ditariknya saat diperiksa di persidangan.
Sejumlah anggota Komisi III mendesak KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam. Hal ini yang akan diungkap dalam kerja Pansus Hak Angket KPK.
Akan tetapi, soal rekaman Miryam bukan satu-satunya yang akan ditelisik DPR.
Salah satu pengusul angket, Taufiqulhadi, mengatakan, Pansus Angket KPK berpotensi membahas hal lain di luar kasus korupsi e-KTP.
"Soal sprindik (surat perintah penyidikan) yang sering dibocorkan. Lalu soal audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) di mana KPK sering menyalahkan peruntukannya," kata politisi Nasdem, anggota Komisi III DPR ini.
(Baca: Hak Angket Modus Baru Melemahkan KPK)
Selain itu, kata Taufiq, akan dibahas pula soal tata kelola anggaran, misalnya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepatuhan KPK Tahun 2015 yang tercatat 7 indikasi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Potensi melebarnya hak angket yang awalnya hanya terkait rekaman pemeriksaan Miryam juga terlihat saat pengusul membacakan usulan hak angket pada rapat paripurna pekan lalu.
Taufiq, yang membacakan pokok materi hak angket, menyebutkan, DPR juga akan mencari tahu soal pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) secara umum.
Dalam draf usulan yang dibacakan pada rapat paripurna, permintaan untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam yang menjadi pangkal masalah justru tak menjadi pokok materi yang akan diinvestigasi oleh DPR.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengapresiasi usulan pokok materi yang akan diinvestigasi DPR juga terkait seluruh kewenangan KPK, sehingga tak hanya membahas rekaman pemeriksaan Miryam.
(Baca: Zulkifli Hasan: Hak Angket Bisa Jatuhkan Pemerintah)
"Pengusul mengusulkan konstruksi yang saya kira sangat positif. Karena orientasinya adalah pada kewenangan dan penggunaan uang," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Fahri mengatakan, hak angket itu tidak hanya untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam.
Ada beberapa hal yang ingin mdiendalami. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa hak angket ini bukan bentuk intervensi DPR terhadap perkara yang tengah ditangani KPK.
Menurut dia, tak hanya KPK yang dimintai penjelasan DPR.
"Saya usulkan seluruh pejabat yang membuat UU KPK itu juga dihadirkan untuk mendapatkan pandangan arah dan orientasi kita dalam menyusun kerangka angket itu. Saya kira banyak, pakar bisa memberi masukan, semua bisa memberi masukan," kata Fahri.