Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto di Pusaran Kasus Korupsi...

Kompas.com - 13/03/2017, 09:43 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Setya Novanto kembali ramai diperbincangkan publik. Setelah namanya melejit dalam kasus "Papa minta saham", kini nama Novanto kembali menjadi berita setelah disebut dalam dakwaan kasus korupsi E-KTP.

Dalam lima tahun terakhir, bukan kali ini saja Ketua Umum Partai Golkar itu terseret dalam pusaran kasus korupsi. Novanto beberapa kali disebut terkait kasus korupsi, bahkan hingga diperiksa sebagai saksi.

Pada Juni 2012, Novanto sempat diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi atas tersangka Gubernur Riau Rusli Zainal dalam kasus korupsi proyek pembangunan sarana dan prasarana PON Riau 2012.

Ia diperiksa karena pernah ditemui oleh Rusli dan melakukan pembicaraan terkait proyek pembangunan sarana dan prasarana PON 2012.

Pada Agustus 2013, Novanto kembali diperiksa sebagai saksi atas tersangka Rusli Zainal. Namun ia mengaku tak tahu ihwal proyek tersebut.

Pada 2013, nama Novanto kembali mencuat dalam kasus korupsi. Ia disebut oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin, terlibat dalam korupsi pengadaan E-KTP.

Nazarudin menyebut Novanto sebagai pengendali proyek E-KTP, bersama Ketua Umum Partai Demokrat saat proyek akan dilakukan, yaitu Anas Urbaningrum. Namun, saat itu Novanto membantah ocehan Nazaruddin.

(Baca juga: Diperiksa KPK dalam Kasus E-KTP, Setya Novanto Bantah Tudingan Nazaruddin)

Nama Novanto kembali mencuat saat ribut-ribut perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia di Papua.

Novanto disebut meminta saham PT Freeport Indonesia sebesar 20 persen dan meminta jatah 49 persen saham proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Urumuka, Papua pada Freeport dengan mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.

Dugaan ini diketahui publik pada 16 November 2015, saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melaporkan Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Permintaan saham oleh Novanto disampaikan saat ia berbincang dengan pengusaha Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin pada 8 Juni 2015.

Dalam laporannya, Sudirman menyertakan salinan percakapan sepanjang 11 menit 38 detik berikut transkrip percakapan sebanyak tiga lembar.

(Baca: Ini Transkrip Lengkap Rekaman Kasus Setya Novanto)

Namun, rekaman dan transkrip kasus itu justru dipersoalkan. Selain dianggap tidak utuh, para "pembela" Novanto menilai tidak ada permintaan saham yang disampaikan secara langsung Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali itu kepada Maroef.

Di tengah proses verifikasi yang dilakukan MKD, sempat muncul upaya untuk menggagalkan kelanjutan kasus tersebut.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com