JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, Setya Novanto hanya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) serta merehabilitasi namanya.
Dengan demikian, MKD tidak mengembalikan jabatan ketua DPR yang pernah diemban Setya Novanto. PK itu diajukan Novanto terhadap proses perkara "Papa Minta Saham".
Pernyataan tersebut diungkapkan Dasco menyusul banyaknya isu yang beredar bahwa Fraksi Partai Golkar berupaya agar ketua umum mereka bisa kembali ke kursi pucuk pimpinan DPR.
"Dia tidak meminta untuk direhabilitasi. Kedudukannya cuma minta untuk dipulihkan nama baik, harkat, dan martabat itu," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2016).
Dasco menambahkan, MKD tidak bisa memberi rehabilitas kedudukan. Sebab, untuk kasus Novanto, ia membuat surat pengunduran diri sendiri sebelum MKD mengeluarkan putusan.
"Bagaimana mau balikin (jabatan)? Kami tidak pernah menghukum," tuturnya.
Fraksi Partai Golkar dalam hal ini dapat mengajukan pengembalian jabatan Novanto. Namun, itu harus melalui mekanisme paripurna.
"Tapi kan pertimbangannya dia (Novanto) mengundurkan diri sendiri. Kalau paripurna tidak setuju?" kata Dasco.
Surat dari MKD terkait penerimaan pengajuan PK serta rehabilitasi nama Novanto telah dilayangkan untuk pimpinan DPD, Novanto, juga Fraksi Partai Golkar.
Namun, keputusan MKD tersebut tak akan dilaporkan di tingkat paripurna. (Baca: MKD Pulihkan Nama Baik Setya Novanto di Kasus "Papa Minta Saham")
Mengenai cara rehabilitasi nama itu sendiri, kata Dasco, salah satunya bisa dengan memanfaatkan media massa.
"Kalau proses rehabilitasi diberikan karena kami pernah menghukum, itu dibacakan (di paripurna). Tapi ini kami tidak pernah menghukum," ucap Dasco.
Sebelumnya Fraksi Partai Golkar menginginkan nama Novanto sebagai mantan Ketua DPR direhabilitasi.
Sebab, pasca-dikabulkannya gugatan Novanto oleh MK, beberapa anggota Fraksi Partai Golkar menilai Novanto dirugikan oleh tuduhan pemufakatan jahat lewat rekaman yang diambil oleh Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Adapun gugatan yang dilayangkan Novanto terkait permufakatan jahat yang dituduhkan kepadanya.
Putusan MK itu terkait Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), yang membahas pemufakatan jahat.