Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Korupsi Diharapkan Tak Hambat Pelayanan E-KTP

Kompas.com - 11/03/2017, 15:17 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan meminta agar kasus dugaan korupsi tak menghambat pelayanan E-KTP di Kementerian Dalam Negeri. Sebab, e-KTP dinilai sudah menjasu kebutuhan pokok masyarakat.

"Saya mohon sekali penegakan hukum jalan terus tapi proyek pemenuhan kebutuhan hak konstitusional rakyat terhadap e-KTP jangan terhambat," ujar Arteria dalam sebuah acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3/2017).

Ia mencontohkan, dalam beberapa undang-undang telah disyaratkan berbasis e-KTP. Misalnya, pemilih dalam pemilu harus menggunakan e-KTP, hibah bansos, pelayanan perbankan, hingga surat keterangan memilih dalam pemilu juga di beberapa tempat mensyaratkan e-KTP.

Arteria menegaskan, dirinya dan Komisi II DPR saat ini akan terus mengawal dan memastikan agar proses hukum terus berjalan namun persoalan e-KTP dituntaskan setidaknya pertengahan tahun 2017.

(Baca: Rakyat Masih Sulit Dapat E-KTP, Jokowi Minta Maaf)

"Penegakan hukun jangan sampai menciderai hak-hak konstitusional warga negara," kata Politisi PDI Perjuangan itu.

Ia juga mendorong agar proses hukum kasus e-KTP disegerakan dan tak ditunda-tunda. Sebab, jika masuk ke tahun 2018 apalagi menjelang momentum Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019, isu tersebut bisa dipolitisasi. Bagi pihak-pihak yang dianggap terlibat juga diproses secara hukum.

"Tapi tetap KPK mengedepankan prinsip kecermatan," tuturnya.

Puluhan orang diduga turut menikmati "fee" proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). "Fee" yang berasal dari hasil penggelembungan anggaran e-KTP ini mengalir ke pejabat Kementerian Dalam Negeri hingga ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(Baca: Mendagri: Perekaman Data E-KTP Tetap Berjalan)

Jumlah "fee" yang diterima beragam mulai dari ratusan juta hingga miliaran. Suap ditujukan untuk memuluskan penganggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun itu.

Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (9/3/2017), mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mendapat bagian paling besar yakni 5,5 juta dollar AS atau setara Rp 53,35 miliar.

Selanjutnya, suap dalam jumlah besar juga diiterima oleh Gamawan Fauzi yang saat itu menjadi Menteri Dalam Negeri. Gamawan disebut menerima 4,5 juta dollar dan Rp 50 juta. Total uang yang diterima Gamawan adalah Rp 43,7 miliar.

Adapun alam dakwaan persidangan Kamis (9/3/2017), beberapa nama politisi PDI-P yang terlibat di antaranya Olly Dondokambey, Arif Wibowo, Ganjar Pranowo, dan Yasonna Laoly.

Kompas TV Bagaimana dampak dari kasus korupsi E-KTP terhadap partai politik dan akankah bisa dibongkar hingga tuntas?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com