Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Kadernya Disebut Dalam Dakwaan e-KTP, Ini Kata Politisi PDI-P

Kompas.com - 11/03/2017, 08:14 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi PDI Perjuangan Maruarar Sirait mengatakan, partainya menghormati proses hukum dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Hal itu menanggapi surat dakwaan yang menyebutkan sejumlah kader PDI-P menerima fee dari proyek tersebut.

"Sikap PDI-P sangat jelas, ibu Mega (Megawati Soekarnoputri) sebagai Ketua Umum sangat menghormati hukum sebagai panglima," ujar Maruarar di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (10/3/2017) malam.

Maruarar enggan berkomentar banyak soal sejumlah nama yang disebut karena tak ingin masuk ke ranah hukum. Menurut dia, akan ada saatnya untuk membuktikan apakah uang tersebut benar mengalir ke beberapa kader PDI-P atau tidak.

"Biarkan nanti fakta persidangaan, saksi-saksi, bukti yang bicara. Kita yakin KPK bekerja dengan profesional," kata Maruarar.

Perjalanan sidang e-KTP masih sangat panjang. Orang-orang yang namanya disebutkan dalam dakwaan berkesempatan duduk di kursi saksi untuk mengklarifikasinya.

"Tapi tentunya juga setiap orang bisa menyampaikan pendapatnya dengan argumentasi dan bukti-buktinya sendiri," kata Maruarar.

Puluhan orang diduga turut menikmati fee proyek e-KTP yang berasal dari penggelembungan anggaran yang totalnya Rp 5,9 triliun. Tak hanya ke pejabat Kementerian Negeri, tetapi juga ke sejumlah perusahaan dan anggota DPR RI periode 2009-2014.

(Baca: Ini Daftar Mereka yang Disebut Terima Uang Proyek E-KTP)

Setidaknya ada empat kader PDI-P yang disebut menerima uang dari proyek tersebut.

Olly Dondokambey mendapatkan Rp 11,6 miliar dalam bentuk 1,2 juta dollar AS, Arif Wibowo menerima Rp 1 miliar dalam bentuk 108.000 dollar AS, Ganjar Pranowo menerima Rp 5,04 miliar dalam bentuk 520.000 dollar AS, serta Yasonna Laoly mendapat Rp 814 juta dalam bentuk 84.000 dollar AS.

Dua terdakwa dalam kasus ini, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman serta mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, didakwa merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun.

(Baca: Saksi Kasus E-KTP Bisa Melapor ke KPK bila Merasa Terancam)

Menurut jaksa, kedua terdakwa diduga terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013.

Selain itu, keduanya terlibat dalam mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.

Proyek pengadaan e-KTP dimenangkan konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI). Konsorsium itu terdiri atas Perum PNRI, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.

Dari total anggaran Rp 5,9 triliun, hanya 51 persen yang digunakan untuk proyek e-KTP. Sementara sisanya dibagikan untuk anggota DPR, pejabat Kementerian Dalam Negeri, hingga perusahaan.

Kompas TV Kompas Petang akan mengulas kasus korupsi KTP elektronik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com