Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis terhadap Eks Petinggi Gafatar Menuai Kritik

Kompas.com - 08/03/2017, 23:17 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Vonis bersalah terhadap tiga mantan petinggi organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dalam kasus penodaan agama, menuai kritik.

Putusan itu disampaikan Ketua Majelis Hakim Muhammad Sirad dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (7/3/2017).

Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Muhammad Hafiz mengecam putusan pengadilan tersebut karena dinilai dapat menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.

Menurut Hafiz, delik penodaan agama merupakan delik karet yang multitafsir dan tidak memenuhi asas legalitas dalam hukum pidana.

Oleh sebab itu, dia menganggap putusan itu mencerminkan ketidakadilan. Salah satu bukti dari ketidakadilan itu, lanjut Hafiz, adalah pengabaian pembuktian oleh kuasa hukum tersangka, keterangan saksi maupun keterangan ahli.

Pengabaian ini menunjukkan bahwa majelis hakim tidak independen dan fair.

"Pola semacam ini terus terjadi di berbagai kasus kebebasan beragama dan menyangkut kelompok minoritas," ujar Hafiz melalui keterangan tertulis, Rabu (8/3/2017).

Selain itu, Hafiz berpendapat bahwa pemerintah seharusnya konsisten dengan langkah dan pendekatan yang telah diambil sebelumnya melalui penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) Jaksa Agung, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri. SKB tersebut melarang penyebaran ajaran Gafatar.

"Kita berada pada jalur penegakan hukum yang membingungkan dan ambigu, di satu sisi SKB dikeluarkan oleh pemerintah, tapi di sisi yang lain proses pidana juga dilakukan. Berpikir dan berkeyakinan itu kebebasan mutlak yang tidak bisa dibatasi," kata Hafiz.

Hafiz menuturkan, dalam kasus Gafatar, pendekatan yang harus diutamakan adalah persuasif dan dialog yang setara, bukan pidana.

Negara, kata Hafiz, harus tegas menolak untuk memproses kasus-kasus yang dikenakan dengan pasal penodaan ini agar tidak terjebak pada arus populis yang memanfaatkan pasal tersebut untuk menekan kelompok yang lemah dan minoritas.

"Bila tidak tegas untuk meninggalkan penerapan pasal ini (penodaan agama), sampai kapanpun Negara akan terus terjebak pada penegakan hukum yang imparsial," ucapnya. 

(Baca juga: Tiga Mantan Petinggi Gafatar Divonis Penjara Terkait Penodaan Agama)

Mempersulit reintegrasi

Hal senada juga diungkapkan oleh anggota Kaukus Pancasila Maman Imanulhaq. Maman menyayangkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang tidak mencerminkan keadilan.

Pasca-pengusiran paksa anggota Gafatar dari Mempawah Kalimantan Barat pada awal 2016 lalu yang dinilai tanpa pemulihan korban dari pemerintah, beberapa mantan pengurusnya justru mengalami kriminalisasi.

Halaman Berikutnya
Halaman:



Terkini Lainnya

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com