JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif mengatakan, Bupati Klaten Sri Hartini dan pihak penyuap menggunakan sandi khusus untuk menyamarkan transaksi suap.
Sri menerima suap dari Kasi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, Suramlan, terkait pengisian perangkat daerah di Kabupaten Klaten.
"Agak menarik karena ada kode 'uang syukuran' yang terkait dengan indikasi pemberian suap untuk mendapatkan posisi tertentu di Kabupaten Klaten," ujar Syarif di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (31/12/2016).
KPK menangkap delapan orang, termasuk Sri, pada Jumat (31/12/2012) sekitar pukul 10.30 WIB. Namun, hanya dua yang dijadikan tersangka, yaitu Sri dan Suramlan. Selebihnya hanya diperiksa sebagai saksi.
Dari Sukarno, pegawai negeri sipil yang juga ditangkap, diamankan uang sebesar Rp 80 juta. Selain itu, di rumah dinas Sri, ditemukan uang Rp 2 miliar, 5.700 dollar AS, dan 2.035 dollar Singapura yang dibungkus dalam kardus.
Namun, Syarif enggan mengungkap dari siapa saja uang tersebht berasal, termasuk jabatan yang "dilelang" Sri.
"Dari mana asalnya, sudah ada dalam catatan yang dikumpulkan penyidik. Yang lainnya tergantung dari hasil pengembangan yang dikerjakan secara intensif," kata Syarif.
Syarif tak menutup kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus ini karena pemberi uang tak hanya satu orang. Uang yang disetorkan pun bervariasi, tergantung jenjang jabatannya.
"Ada Eselon II, III, IV, bervariasi. Semakin tinggi dan strategis jabatan, makin banyak uang yang disetorkan," kata Syarif.
Atas perbuatannya, Sri dikenakan Pasal 12 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sementara Suramlan sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.