JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyerahkan persoalan belum adanya ketua umum Partai Hanura yang definitif kepada aturan internal partai.
Hingga Minggu (30/10/2016), belum ada yang menjabat ketua umum Hanura definitif setelah Wiranto diangkat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
"Kami serahkan bagaimana AD/ART Hanura. Jadi kami serahkan ke internal mereka, kami tidak mau ikut campur," ujar Yasonna saat ditemui di Gedung Kemenkumham Jakarta, Minggu (30/10/2016).
(Baca juga: Polemik Ketua Umum Hanura, Menkumham Usul Sebaiknya Diadakan Munaslub)
Menurut Yasonna, pelaksana tugas ketua umum memiliki batas waktu sehingga Partai Hanura perlu melakukan langkah-langkah sesuai mekanisme partai untuk segera menentukan ketua umum definitif.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Penasehat DPP Partai Hanura Djafar Badjeber mendesak agar partainya segera menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk memilih ketua umum baru.
Ia menilai, Chairudin Ismail yang ditunjuk sebagai Pelaksana Harian Ketua Umum Partai Hanura wajib segera menggelar Munaslub.
Sebab, apabila dalam tenggang waktu 3 bulan sejak menerima tugas sebagai pelaksana harian, ia tidak menggelar Munaslub, maka akan terjadi kekosongan kepemimpinan.
Produk-produk organisasi akan cacat secara yuridis atau tidak konstitusional.
Selain itu, akan terjadi kekacuan organisasi yang mengakibatkan tidak lolosnya Hanura dalam verifikasi administratif maupun faktual.
(Baca juga: Pendiri Hanura: Jadi Rancu Wiranto Bersikukuh Tetap Jadi Ketum)
Dampaknya, kata dia, Hanura tidak dapat mengikuti Pilkada 2018, Pileg 2019, dan Pilpres 2019.
Adapun Chairudin ditunjuk sebagai Plh Ketum pada 29 Juli. Pemberitahuan langsung terkait hal ini diberikan kepada Kementerian Hukum dan HAM.
Kemenkumham lalu menerbitkan surat Nomor: AHU 4 AHA 11 01-64A tertanggal 31 Agustus 2016.