JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengajak pakar komunikasi Effendi Gazali bergabung dalam tim pencari fakta untuk mengungkap adanya jaksa yang memeras terpidana terkait kasus Freddy Budiman.
Effendi sebelumnya membeberkan fakta itu dalam kapasitasnya sebagai anggota tim gabungan pencari fakta bentukan Polri. Effendi mempertimbangkan untuk menerima ajakan Prasetyo.
"Saya siap membantu apa saja untuk Tim Kejagung, walau mungkin tidak harus dengan menjadi anggota tim," ujar Effendi kepada Kompas.com, Sabtu (17/9/2016).
Bukan berarti Effendi menolak bergabung dalam tim. Ia mempertimbangkan kondisinya yang saat ini akan mengikuti ujian untuk mendapatkan Nomor Induk Dosen Nasional yang sempat hilang.
"Kalau soal mendukung, saya akan mendukung jiwa raga. Kan seluruh bangsa harus ikut dalam memberantas mafia narkoba," kata Effendi.
Dia mengapresiasi respons cepat Kejaksaan Agung untuk membentuk tim pencari fakta demi mengungkap informaai yang ia dapatkan.
Hal tersebut menandakan Kejagung berkomitmen untuk melakukan oembersihan instansi. Namun, ia mengkritik pengandaian "kepala yang gatal, namun kaki yang digaruk" sebagaimana dilontarkan Prasetyo.
Menurut dia, darurat narkoba menyerang keseluruhan tubuh, mulai dari kepala hingga kaki. Memang temuan tim gabungan itu jaksa melakukan pemerasan tahun 2012, namun tetap harus ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung yang sekarang.
"Tentu ini tidak seperti sengaja menggaruk anggota badan lain. Atau apakah baiknya indikasi ini kami sembunyikan? Padahal hukumannya mati lho," katanya.
Effendi mengatakan, dalam kasus Tedja, terpidana yang diperas oknum jaksa itu, banyak fakta lain yang belum terungkap. Data-data tersebut dipegang oleh Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar.
"Bahkan sudah bertemu isteri Tedja. Tim kami belum sempat karena waktunya habis," kata dia. Effendi sebelumnya mengatakan, Freddy Budiman menjadikan Tedja sebagai tumbal dengan menyuruhnya mengaku sebagai orang lain saat melakukan transaksi. Tedja pun ditangkap dan diproses secara hukum.
Saat kasusnya naik ke persidangan, jaksa yang menuntutnya memeras Tedja. Ia meminta sejumlah uang untuk mengubah pasal yang dikenakan.
Tak hanya itu, jaksa juga meminta agar Tedja merelakan istrinya untuk menemani oknum tersebut di ruang karoke. Namun, karena uang yang diberikan Tedja tak cukup, ia tetap dihukum mati.
Menanggapi itu, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, pihaknya akan membentuk tim pencari fakta.
Hal tersebut guna meneruskan temuan yang mereka dapatkan saat menginvestigasi adanya aliran dana dari Freddy Budiman ke pejabat Mabes Polri.
"Kami tidak mau adanya dugaan-dugaan, tentunya perlu dibuktikan supaya terbuka," kata Prasetyo.
Prasetyo mengaku belum pernah mendengar informasi tersebut sebelumnya. Tim gabungan pun belum secara resmi menyampaikan temuan itu kepadanya. Jika benar ada oknum jaksa yang memeras, Prasetyo menekankan adanya pemberian sanksi yang tegas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.