JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ida Budhiati mengatakan, ada perubahan waktu penyelesaian sengketa Pilkada di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung terkait penetapan pasangan calon peserta pilkada.
Perubahan itu seperti diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
"UU nomor 10 tahun 2016 mengatakan putusan Pengadilan Tinggi TUN dan MA wajib ditindaklanjuti oleh KPU provinsi atau kabupaten/kota mengenai penetapan pasangan calon apabila tidak melewati tenggat waktu 30 hari sebelum pemungutan suara. Ini salah satu norma baru," kata Ida, di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (8/9/2016).
Pasal 154 UU Nomor 10 Tahun 2016 menegaskan bahwa terminologi "hari" merupakan hari kerja.
Ida mengatakan, ketentuan tersebut berkaca pada pengalaman Pilkada 2015 yang mengalami penundaan pemungutan suara di lima daerah karena melaksanakan putusan PTUN dan PT TUN.
Kelima daerah itu adalah Provinsi Kalimantan Tengah, Kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun, Kota Manado, dan Kabupaten Fak Fak.
Pada Pilkada 2017, pengajuan ke PT TUN paling lama tiga hari setelah keputusan KPU ditetapkan dan telah menempuh upaya adminstratif di Badan Pengawas Pemilu.
Kemudian, diberikan waktu tiga hari untuk melengkapi permohonan.
Jika selama waktu itu tidak ada permohonan, maka permohonan tidak dapat diterima.
Putusan tersebut bersifat final dan mengikat.
PT TUN akan memberikan putusan setelah 15 hari kerja sejak permohonan dinyatakan lengkap.
Pemohon dapat mengajukan kasasi ke MA paling lama 5 hari setelah putusan PT TUN diterbitkan.
Dalam UU nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada, putusan PT TUN selama 21 hari sejak permohonan dinyatakan lengkap.
Selanjutnya, MA akan memeriksa dan memutus permohonan kasasi paling lama 20 hari sejak permohonan diterima.
Putusan MA bersifat final dan mengikat.
Pada tahap akhir, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti putusan PT TUN dan MA terkait penetapan pasangan calon paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara, sepanjang tidak melewati tahapan.
"Diharapkan lembaga yang diberikan otoritas untuk menyelesaikan sengketa bisa memahami keserentakan ini supaya pengalaman 2015 tidak berulang di tahun 2017. Untuk itu dibangun komunikasi agar pemahamannya sama terhadap kerangka penegakan hukum pilkada," papar Ida.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.