JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang akan dilakukan pemerintah dianggap menyisakan potensi menutup pemberian remisi bagi narapidana pengguna narkotika.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus A. T. Napitupulu menjelaskan bahwa potensi tersebut disebabkan dalam revisi PP No. 99/2012, tidak memberikan kualifikasi khusus terkait pengguna narkotika.
Revisi PP No. 99/2012 Pasal 32 ayat (4) masih menggunakan syarat remisi bagi terpidana kasus narkotika dengan pidana penjara di bawah lima tahun.
"Sedangkan berdasarkan penelitian kita pada 2016, 61 persen dakwaan yang diajukan jaksa pada pengguna mencantumkan Pasal 111 dan 112 UU Narkotika dengan ancaman pidana minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun," ujar Erasmus di Jakarta, Senin (15/8/2016).
(Baca: Revisi PP Remisi Dinilai Tak Bisa Menyelesaikan Masalah Padatnya Lapas)
Menurut Erasmus, pasal-pasal tersebut secara otomatis mengategorikan pengguna dan pecandu sebagai bandar. Dengan kata lain, jumlah pengguna dan pecandu narkotika secara faktual dan empiris lebih banyak dari data resmi yang dikeluarkan pemerintah.
"Dengan ketentuan ini, seakan Kemenkumham menutup mata bahwa banyak pecandu dan pengguna narkotika yang terkena ancaman pidana dengan pasal bandar," kata Erasmus di Jakarta, Senin (15/8).
Selain itu, Erasmus juga mempertanyakan mengenai semangat mengurangi kapasitas lapas yang hanya menyentuh kebijakan pemidanaan kejahatan korupsi. Pasalnya, narapidana pengguna dan pecandu narkotika menjadi warga binaan terbesar dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).
(Baca: Soal Wacana Permudah Remisi Koruptor, Wapres Minta Masyarakat Lihat dari Kacamata Kemanusiaan)
Berdasarkan data Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PAS Kemenkumham) pada Juli 2016, narapidana penyalahguna narkotika dalam lapas mencapai 20.411 dari total 197.670 orang.
"Jumlah ini jauh berbeda dengan narapidana korupsi yang tidak mencapai 2 persen dari total penghuni lapas," ujarnya.
Erasmus merekomendasikan agar terpidana yang dikualifikasikan sebagai pecandu dan pengguna narkotika diberikan syarat remisi lebih spesifik. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan PP No. 99/2012 sesuai dengan kebijakan pengurangan dampak buruk (harm reduction).
"Hal ini untuk mendorong adanya perubahan remisi korban penyalahgunaan narkotika guna mendapatkan program rehabilitasi dari negara," ujar dia.