Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: Kematian Siyono Bukan soal Kode Etik, Ada Bukti Penganiayaan

Kompas.com - 12/05/2016, 19:56 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat menganggap majelis etik pada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri mengabaikan unsur pidana terhadap dua anggota Densus 88 yang mengawal terduga teroris asal Klaten, Siyono.

Menurut dia, dari hasil otopsi oleh Komnas HAM, ditemukan adanya tindak kekerasan yang menyebabkan Siyono meninggal.

"Indikasi bukti, ada penyiksaan yang menyebabkan kematian. Ini bukan soal kode etik. Kode etik saja tidak cukup," ujar Imdadun di Jakarta, Kamis (12/5/2016).

Imdadun mengatakan, sejak awal, pihaknya merekomendasikan adanya tindak pidana kepada petugas yang mengawal Siyono. Namun, ternyata, majelis etik menilai bahwa dua anggota Densus 88 hanya melanggar prosedur, dan tidak ditemukan adanya kesengajaan menghilangkan nyawa.

(Baca: Polri Anggap Tak Ada Kesengajaan Dua Anggota Densus 88 Membunuh Siyono)

Rencananya, keluarga Siyono akan melaporkan anggota Densus 88 ke Polres Klaten pada Minggu (15/5/2016).

"Kan nanti prosesnya ada penyidikan dan penyelidikan," kata Imdadun.

AKBP T dan Ipda H, dua anggota Densus 88, dikenakan sanksi karena melanggar prosedur dalam penanganan Siyono.

(Baca: Tak Terima Dijatuhi Sanksi di Kasus Siyono, Dua Anggota Densus Ajukan Banding)

Keduanya wajib meminta maaf kepada atasan satuan dan demosi tidak percaya. Artinya, keduanya akan dipindahkan dari satuan tugas Densus 88 ke satgas lainnya. AKBP T akan dipindahkan ke satgas lain selama empat tahun, sementara Ipda H selama tiga tahun.

Sejumlah pelanggaran yang dilakukan AKBP T dan Ipda H terkait dengan kurangnya anggota Densus 88 yang mengawal Siyono. Saat di dalam mobil, Siyono hanya didampingi dua anggota, satu sebagai sopir dan satu lagi duduk di sampingnya.

Kelalaian kedua, Siyono tidak diborgol. Keadaan ini dianggap justru membuat Siyono dengan leluasa melawan petugas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com