JAKARTA, KOMPAS.com - Aturan main Musyawarah Nasional Partai Golkar dinilai belum cukup ditegakkan. Terutama pada sisi pemberlakuan sanksi bagi pihak-pihak yang terbukti terlibat politik uang untuk membeli suara dari pemilik suara dalam pemilihan ketua umum Golkar.
Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC) Zaenal Budiyono mengatakan, jika aturan yang ada belum ketat, maka pihak yang tertangkap melakukan pelanggaran hanya akan terkena sanksi moral.
"Komite etik harus diberi ruang lebih, tidak hanya menegur. Sanksinya paling tidak sampai membatalkan pencalonan," kata Zaenal saat dihubungi, Rabu (11/5/2016).
(baca: Munaslub Golkar, Celah Politik Uang, dan Aturan yang Tak Tegas)
Meski begitu, ia mengapresiasi peran Komite Etik pada Munaslub Golkar kali ini. Misalnya, dari transparansi Komite Etik yang kerap mengumumkan pelanggaran calon ketum ke media massa.
Menurut dia, hal tersebut adalah langkah maju. Sebab, berkaca pada penyelenggaraan Munas sebelumnya dimana peran Komite Etik hampir tidak ada.
(baca: Seorang Calon Ketum Golkar Terjaring Operasi Komite Etik di Hotel)
Ke depannya, ia berharap Komite Etik dapat diberi ruang untuk tak sekadar memberikan sanksi teguran, tetapi bisa memberikan sanksi pembatalan pencalonan kepada calon ketum yang ketahuan terlibat politik uang.
"Tapi kalau waktunya tinggal beberapa hari, saya termasuk realistis," kata dia.
Tak hanya penguatan Komite Etik, sanksi bagi tim sukses calon ketua umum juga perlu diatur lebih jauh.
Pasalnya, politik uang tak hanya dilakukan calon ketum, panitia dan peserta. Tim sukses juga turut bergerilya mencari suara. (baca: Komite Etik Akan Selidiki Pencatutan Nama Presiden)
"Timses juga harus diatur. Hampir semua partai di era reformasi ini dengan konteks kompetisi pergantian ketua umum pasti lah ada politik uang," ujarnya.