Sudah 23 hari lamanya, 10 warga negara Indonesia awak kapal pandu Brahma 12 disandera kelompok teroris Filipina Abu Sayyaf. Tak henti-hentinya, keluarga sandera terus memanjatkan doa dan menantikan kepulangan mereka dalam kondisi sehat dan selamat.
Sutomo (48) menonton siaran berita di televisi sambil tiduran di atas tikar di ruang tamu yang merangkap ruang keluarga di rumahnya di Dusun Miliran, Desa Mendak, Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, Senin (18/4).
Ayah kandung Bayu Okta Wiyanto (22), salah seorang awak kapal Brahma 12 yang disandera kelompok Abu Sayyaf, setiap hari terus memantau perkembangan upaya pembebasan sandera melalui berita-berita di televisi.
"TV kadang kala masih menayangkan berita sandera, kini banyak tertutup berita lain," ujarnya dengan nada berat.
Melalui berita-berita di televisi itulah, Sutomo berharap mendapat informasi terbaru. Hari itu, ia juga tengah menunggu telepon dari perusahaan tempat anaknya bekerja, PT Patria Maritime Line, Banjarmasin.
Beberapa hari lalu, perwakilan perusahaan mengabarkan melalui telepon, Senin ini, akan memberi kabar terbaru tentang keputusan pembebasan sandera.
"Keputusan apa saya tidak tahu, mungkin hasil negosiasi atau bagaimana. Katanya hari ini mau disampaikan, tetapi sampai siang ini belum ada telepon masuk," ujarnya.
Sutomo dan keluarga terus diliputi rasa khawatir yang amat mendalam. Ibu Bayu, Rahayu (45), ujar Sutomo, bahkan sering menangis sendiri memikirkan nasib putra sulungnya itu. Rahayu juga kian kehilangan selera makan.
"Sejak menerima kabar penyanderaan, ibunya Bayu tidak masuk kerja," kata Sutomo.
Perusahaan tekstil tempat Rahayu bekerja di Sukoharjo, Jawa Tengah, memahami situasi sulit yang dihadapi karyawatinya itu sehingga memberi izin cuti.
Kekhawatiran keluarga semakin bertambah saat kelompok Abu Sayyaf dikabarkan menghapus perpanjangan batas waktu penyerahan tebusan yang semula ditetapkan 31 Maret, kemudian diperpanjang 8 April 2016.
Awalnya, Sutomo berharap, setidaknya paling lambat 8 April semua sandera akan dibebaskan setelah tebusan dibayarkan ataupun melalui opsi pembebasan lainnya. Abu Sayyaf meminta tebusan 50 juta peso (setara Rp 14,3 miliar).
"Kalau anak saya berlayar sebulan atau dua bulan tidak pulang tidak ada masalah, tetapi ada kabar. Kalau ini, tidak ada kabar sama sekali," ujar Sutomo lantas terdiam.
Beberapa kali pihak perusahaan melalui sambungan telepon mengabarkan semua anak buah kapal (ABK) dalam kondisi sehat. Hal itu hanya bisa sedikit membuat lega.