Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Ingin Seleksi Hakim Agung Dilakukan Sesuai Standar

Kompas.com - 27/03/2016, 21:31 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, K0MPAS.com - Juru Bicara Komisi Yudisial, Farid Wajdi menyambut baik usulan yang diberikan Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) terkait proses seleksi hakim agung yang sedang berlangsung. Menurut Farid, masukan KPP merupakan saran yang sangat signifikan.

Dalam setiap proses rekrutmen, kata Farid, hasilnya selalu diarahkan untukmenjawab kebutuhan hakim agung. Ia memastikan bahwa hasil rekrutmen tidak hanya sekadar untuk mengisi kekosongan jabatan hakim agung.

"Hal yg disuarakan rekan-rekan koalisi akan jadi bahasan antara KY dan MA, idenya jelas sekali, untuk menjawab kebutuhan atas penyelesaian perkara pada tingkat Kasasi maupun PK," ujar Farid melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Minggu (27/3/2016).

Lebih lanjut ia menegaskan, KY tidak akan menjadi seperti yang dikhawatirkan oleh masyarakat dengan hanya menjadi sekadar kotak suara.

Jika MA dapat meminta quota Hakim Agung yg tersedia, KY pun dapat mengajukan calon sesuai dgn standar uji kelayakan. Apabila pada prosesnya tidak ada calon yang dinilai cukup layak, maka KY pun tidak akan memaksakan utk memenuhi quota yg diminta.

"Apapun komentar yang datang, kami tetap berpendirian bahwa hanya calon yang layak secara kualitas dan integritas-lah yang akan kami luluslan," kata Farid.

Ia menambahkan, kebijakan seleksi berdasarkan analisis kebutuhan hakim agung pernah dilakukan di KY periode kedua, dan akan tetap dilanjutkan pada periode selanjutnya. Sekalipun ada kekosongan posisi hakim agung, tetap saja rekrutmennya tidak dipaksakan dan tetap mengacu pada integritas serta kemampuan para calom.

"Sekali lagi, kami pernah melakukan itu, dan akan terus begitu," ungkap Farid.

Peneliti dari Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) Liza Farihah, mengatakan, sistem pengisian jabatan hakim agung di Mahkamah Agung harus diubah agar proses seleksi tidak terkesan dilakukan secara prosedural saja.

Selama ini, merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Mahakamah Agung dan UU Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, proses pengisian jabatan hakim agung hanya didasarkan pada alasan pensiun.

Namun UU tersebut tidak mengatur proses seleksi apabila ada hakim agung meninggal dan tidak terkait kebutuhan MA atas penerapan sistem kamar.

Menurut Liza, secara ideal parameter kebutuhan pengisian jabatan hakim agung harus melihat tiga faktor, yaitu jumlah hakim agung yang memasuki masa pensiun, adanya hakim agung yang meninggal dunia dan berdasarkan rasio jumlah hakim agung dengan jumlah beban perkara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Nasional
Digelar Hari Ini, Puan Jelaskan Urgensi Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Digelar Hari Ini, Puan Jelaskan Urgensi Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com