JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menilai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan salah satu kasus yang sulit untuk diberantas.
Menurut Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, salah satu yang menjadi alasan sulitnya pemberantasan kasus tersebut adalah karena adanya jaringan yang kuat.
Selain itu, LPSK menduga ada keterlibatan masyarakat sipil hingga aparat negara dalam kasus itu. Di sisi lain, perdagangan orang merupakan bisnis yang menjanjikan bagi para pelaku.
"Misalnya Timur Tengah itu beli satu orang Rp 300 juta. Agen Indonesia bisa dapat Rp 80 juta. Sementara perekrut bisa dapat Rp 40 juta," tutur Semendawai dalam pemaparan hasil kinerja akhir tahun LPSK di Jakarta, Rabu (30/12/2015).
"Ini kejahatan yang cukup menggiurkan," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu menyebutkan, sepanjang 2015, tercatat sebanyak 45 permohonan perlindungan saksi dan korban diajukan terkait kasus TPPO.
Sebanyak 45 pemohon tersebut berasal dari 11 kasus dan 6 sebaran daerah yang berbeda.
Maluku tercatat sebagai wilayah dengan pemohon perlindungan saksi dan korban terhadap kasus TPPO terbanyak.
(Baca: Maluku Jadi Pemohon Perlindungan Saksi Terbanyak di Kasus Perdagangan Orang)
Adapun, daerah-daerah lainnya, menurut Edwin, adalah Sumatera Barat (1 pemohon), DKI Jakarta (5 pemohon), Jawa Barat (5 pemohon), Kepulauan Riau (2 pemohon), dan Nusa Tenggara Timur (6 pemohon).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.