Menurut rencana, MKD akan memutus perkara dugaan pelanggaran kode etik Novanto dalam rapat pleno tertutup, Rabu (16/12/2015) siang.
Sebelum keputusan diambil, 17 anggota MKD akan menggelar konsinyasi terlebih dahulu. Dalam konsinyasi itu, masing-masing anggota akan menyampaikan pendapat dan argumentasinya terkait persoalan yang telah ditangani sejak akhir November 2015 ini.
"Konsinyering (konsinyasi) itu sebenarnya seperti kebiasaan di MKD, manakala ada suatu kasus diputuskan di suatu namanya konsinyering. Pertemuan khusus agendanya tunggal untuk mengambil keputusan," kata anggota MKD, M Prakosa, di Kompleks Parlemen, Selasa (15/12/2015).
Jika nantinya Novanto dinyatakan bersalah, kecil kemungkinan sanksi yang diberikan berupa sanksi ringan. Sebelumnya, ia sudah pernah divonis bersalah menyusul pertemuannya dengan bakal calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
"Analoginya seseorang yang pernah dapat kasus sanksi ringan, kemudian ada pelanggaran lagi di kasus ringan, itu menjadi tidak ringan, walaupun konteks (kasusnya) berbeda," kata dia.
Mekanisme terkait akumulasi sanksi tersebut diatur di dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik. Di dalam Bab IV Pasal 19 ayat (3) dinyatakan, "Pelanggaran sedang adalah pelanggaran kode etik dengan kriteria sebagai berikut: a. Mengandung pelanggaran hukum b. Mengulangi perbuatannya yang telah dikenai sanksi ringan oleh MKD".
Meski demikian, menurut Ketua MKD Surahman Hidayat, belum semua anggota MKD satu suara terkait mekanisme akumulasi sanksi tersebut.
Untuk itu, kepastian atas penjatuhan sanksi kepada Novanto baru akan diketahui setelah MKD menggelar rapat pleno siang ini.
"Memakai pendekatan akumulatif, ada salah, diakumulasikan. Mungkin ada yang pakai pertimbangan yang lain," kata Surahman.
Gerakan #SaveDPR
Sekitar 30 anggota DPR dari tujuh fraksi mengambil langkah politik dengan menandatangani pernyataan sikap untuk mendesak Novanto mundur.
Tak hanya itu, mereka juga membagikan pita hitam bertuliskan #SaveDPR sesaat sebelum rapat paripurna dilangsungkan, kemarin.
Salah satu inisiator gerakan #SaveDPR, Ruhut Sitompul, mengatakan, gerakan ini diambil sebagai bentuk perlawanan atas polemik Freeport yang diduga melibatkan Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali itu.
Novanto sebelumnya dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said lantaran diduga meminta sejumlah saham kepada PT Freeport Indonesia dengan mengatasnamakan Presiden dan Wakil Presiden.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.