"Apa alasan menerima. (Yang paling tinggi) rezeki tidak boleh ditolak," ujar peneliti senior Founding Fathers House (FFH) Dian Permata di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kamis (5/11/2015).
FFH mengambil sampel di Lamongan dan Mojokerto, Jawa Timur, sebagai daerah yang dianggap representatif terhadap pelaksanaan pilkada serentak. (Baca: Ironis, Masyarakat Kini Siap Terima Politik Uang di Pilkada Serentak)
Survei dilakukan pada tangal 12-29 Oktober 2015 di 25 kecamatan di Kabupaten Lamongan dan tanggal 14 September-14 Oktober 2015 di 18 kecamatan di Kabupaten Mojokerto. Total sampel yang diambil dari kedua kabupaten itu adalah 800 responden dengan metode multistage random sampling.
Untuk di Kabupaten Lamongan, jumlah masyarakat yang menjawab alasan "rezeki tidak bisa ditolak" sejumlah 15,8 persen. Sedangkan di Kabupaten Mojokerto, angkanya lebih tinggi, yaitu 33,5 persen.
Pada urutan berikutnya di Kabupaten Lamongan secara berturut-turut adalah alasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (10 persen), menerima saja (9,3 persen), dan untuk ganti uang kerja (7,3 persen).
Sementara di Kabupaten Mojokerto, alasan lain yang juga tinggi adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (12,3 persen) dan ongkos mencoblos (5,8 persen).
"Yang menolak memang sangat sedikit," kata Dian.
Untuk Kabupaten Lamongan, alasan tertinggi tidak menerima pemberian uang adalah karena tidak mau disuap sebanyak 5 persen dan Kabupaten Mojokerto sebanyak 6 persen.
Adapun margin of error pada survei itu adalah 4,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.