Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei: Terima Politik Uang, Masyarakat Beralasan "Rezeki Tidak Boleh Ditolak"

Kompas.com - 05/11/2015, 15:44 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Situasi memprihatinkan muncul menjelang pencoblosan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2015. Pasalnya, masyarakat mulai terbiasa menerima uang dari kandidat dan tim kampanyenya. Mayoritas masyarakat beralasan bahwa rezeki tidak bisa ditolak sehingga mereka mau menerima uang itu.

"Apa alasan menerima. (Yang paling tinggi) rezeki tidak boleh ditolak," ujar peneliti senior Founding Fathers House (FFH) Dian Permata di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kamis (5/11/2015).

FFH mengambil sampel di Lamongan dan Mojokerto, Jawa Timur, sebagai daerah yang dianggap representatif terhadap pelaksanaan pilkada serentak. (Baca: Ironis, Masyarakat Kini Siap Terima Politik Uang di Pilkada Serentak)

Survei dilakukan pada tangal 12-29 Oktober 2015 di 25 kecamatan di Kabupaten Lamongan dan tanggal 14 September-14 Oktober 2015 di 18 kecamatan di Kabupaten Mojokerto. Total sampel yang diambil dari kedua kabupaten itu adalah 800 responden dengan metode multistage random sampling.

Untuk di Kabupaten Lamongan, jumlah masyarakat yang menjawab alasan "rezeki tidak bisa ditolak" sejumlah 15,8 persen. Sedangkan di Kabupaten Mojokerto, angkanya lebih tinggi, yaitu 33,5 persen.

Pada urutan berikutnya di Kabupaten Lamongan secara berturut-turut adalah alasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (10 persen), menerima saja (9,3 persen), dan untuk ganti uang kerja (7,3 persen).

Sementara di Kabupaten Mojokerto, alasan lain yang juga tinggi adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (12,3 persen) dan ongkos mencoblos (5,8 persen).

"Yang menolak memang sangat sedikit," kata Dian.

Untuk Kabupaten Lamongan, alasan tertinggi tidak menerima pemberian uang adalah karena tidak mau disuap sebanyak 5 persen dan Kabupaten Mojokerto sebanyak 6 persen.

Adapun margin of error pada survei itu adalah 4,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com