Pertama, Mabes Polri harus benar-benar menyeleksi personel yang akan ditempatkan sebagai kepala satuan wilayah (Kasatwil) di daerah-daerah yang rawan konflik horizontal.
"Jadi di daerah rawan konflik, tidak boleh lagi menempatkan sembarang personel sebagai Kasatwil. Jangan tempatkan personel yang tak paham soal penanganan 'hate speech'. Harus personel yang sudah teruji," ujar Nasser saat dihubungi Kompas.com, Minggu (1/11/2015) siang.
Kedua, Mabes Polri harus menerbitkan aturan atau panduan teknis yang lebih detail seiring dengan diterbitkannya edaran itu. Nasser menganggap, Mabes Polri tidak bisa begtu saja menyerahkan edaran tersebut secara bulat-bulat kepada Kasatwil. Harus ada pedoman teknis apa yang harus Kasatwil lakukan jika menangani perkara berbasis "hate speech".
Ketiga, lanjut Nasser, Mabes Polri disarankan agar tidak mencampurkan penanganan ujaran kebencian yang disampaikan langsung dengan ujaran kebencian yang disampaikan melalui media sosial.
"Karena implikasi lapangannya berbeda antara kedua hal itu. Jadi lebih baik penanganannya dibedakan. Yang penting output-nya sama, yakni mempertahankan toleransi di antara masyarakat, stabilitas keamanan bisa tercapai dan keadilan di masyarakat dapat berdiri tegak," lanjut Nasser.
Diberitakan, SE "hate speech" itu mengatur personel Polri dalam hal penanganan perkara yang menyangkut penyebaran ujaran kebencian di masyarakat. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, SE itu sudah dikirimkan ke tingkat Polda dan Polsek untuk dipedomani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.