Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Revisi UU KPK, Ruhut Dukung KPK Jadi Lembaga Permanen

Kompas.com - 09/10/2015, 04:27 WIB
Dylan Aprialdo Rachman

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi III DPR dari Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, menolak keberadaan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Ruhut menyarankan agar KPK lebih diperkuat secara kelembagaan dari lembaga ad hoc menjadi lembaga penegak hukum permanen melalui amandemen konstitusi.

“Ini KPK jangan dijadikan lembaga ad hoc lagi, permanenkan saja. Kalau bisa amandemen saja konstitusi kita, itu bisa. KPK ini kan kita butuhkan,” ujar Ruhut saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (8/10/2015).

Juru Bicara Partai Demokrat itu menilai revisi UU KPK tidak diperlukan. Menurut dia, penguatan kelembagaan KPK bisa difokuskan pada saat DPR menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap 8 calon pimpinan KPK.

Ruhut mengatakan bahwa revisi tersebut juga berpotensi menguntungkan koruptor ketimbang masyarakat Indonesia. Ia mendesak seluruh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif untuk tidak memberikan toleransi kepada para koruptor. Ia menilai draf revisi UU KPK tidak akan menimbulkan efek jera bagi para koruptor.

“Ada enggak orang yang sudah jadi tersangka, terpidana, dimulai dari penyelidikan sampai penyidikan sampai persidangan disorot media, ada enggak yang ngeluarin air mata? atau pasang tampang penyesalan semua? Justru mereka ketawa dan senyum semua kan,” kata dia.

Ruhut menyebutkan ada beberapa poin dalam draf revisi UU KPK yang dinilai sebagai upaya untuk memperlemah KPK. Pertama, kata dia, prosedur penyadapan yang harus memperoleh izin dari pihak pengadilan akan semakin menghambat proses penegakan hukum terhadap korupsi. Menurut Ruhut, banyak para hakim pengadilan yang justru terlibat dan tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi.

“Ya saya sedih mana lebih penting sih kalau penyadapan dianggap melanggar HAM tersangka, mana lebih buruk kalo revisi ini melanggar hak masyarakat? Jadi bela rakyat dong. Kan kita Dewan Perwakilan Rakyat, kita bawa nama rakyat,” ucap Ruhut.

Kedua, pembatasan usia KPK hingga 12 tahun dinilai tidak relevan. Menurut Ruhut, hilangnya berbagai macam tindak pidana korupsi di Indonesia merupakan hal yang sulit untuk diprediksi.

Ketiga, hilangnya kewenangan penuntutan membuat KPK semakin lemah dalam pemberantasan korupsi. Ruhut menuturkan, UU KPK saat ini dinilai sudah memiliki kualitas yang baik. Ruhut menyarankan agar revisi UU KPK diarahkan untuk tujuan penguatan bukan pelemahan. Menurut dia, revisi UU KPK saat ini merupakan upaya pihak-pihak tertentu yang takut akan ketegasan dan kekuatan yang dimiliki KPK dalam memberantas korupsi.

“Kalau saya udahlah pergunakan saja dulu (UU saat ini). KPK kan harus ada hak-hak istimewa, ya tidak masalah kalau misal disadap. Kalau memang tidak bersalah ya jangan takut dong,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com