Pada Pasal 42 draf itu disebutkan, "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi setelah diketahui tindak pidana korupsi yang sedang ditangani tersebut tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan sebagaimana diatur pada pasal 109 ayat (2) KUHP".
Namun, ada kejanggalan dalam rujukan SP3 tersebut. Sebab, ketentuan Pasal 109 KUHP telah ditiadakan. Ada pun, ketentuan SP3 diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi, "Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya".
Usulan revisi UU KPK digagas enam fraksi di DPR saat rapat Badan Legislasi DPR, Selasa (6/10/2015). Keenam fraksi yang mengusulkan perubahan itu adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PPP, Fraksi Hanura, Fraksi PKB dan Fraksi Golkar.
Sebelumnya, usulan serupa disampaikan Ketua sementara KPK Taufiequrachman Ruki pada pertengahan Juni 2015 lalu. Ruki menilai, dilema penghentian penyidikan oleh KPK terjadi sejak lama.
"Dalam hal demi hukum terpaksa juga harus dihentikan, maka harus dengan seizin penasihat KPK, tentu dengan prosedur khusus," kata Ruki, Selasa (16/6/2015).
Atas usulan tersebut, pimpinan sementara KPK Johan Budi mengatakan bahwa usulan SP3 itu hanya pendapat pribadi Ruki. Johan mengatakan, sejak awal pembentukan KPK, wewenang SP3 itu ditiadakan untuk menjadikan KPK sebagai lembaga penegak hukum yang profesional. Harapannya, tidak ada masyarakat yang menganggap KPK menjadi "mesin ATM" bagi orang-orang yang sedang berperkara.
"Maka itu KPK sebagai lembaga penegak hukum yang memberantas korupsi diberi kewenangan khusus tidak bisa mengeluarkan SP3. Jadi, ada sejarahnya agar KPK harus hati-hati dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka," kata Johan, pada Juni lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.