"(Penuntut harus berperan) sejak tahap pertama proses penyidikan. Kejaksaan, Kepolisian dan pengadilan harus turut serta," ujar Kepala Biro Hukum dan Luar Negeri Kejaksaan RI Jan Maringka di salah satu restoran di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (20/9/2015).
"Maksud tahapan pertama itu adalah begitu mereka (aparat penegak hukum) melakukan penyidikan, misalnya penangkapan atau penahanan, kejaksaan harus ikut," lanjut Jan.
Hal itu penting demi terciptanya penegakan hukum yang bersifat adil, komprehensif penanganannya dan transparan. "Sehingga tak akan ada terjadi lagi tuh, orang ditahan sampai hampir 20 hari, kemudian SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) baru dikirim ke kejaksaan beberapa waktu setelah itu," lanjut Jan.
Selain itu, penyatuan penuntutan dengan penyidikan telah tertuang dalam United Nation Guidelines the Role of Prosecutors tahun 1990. Aturan itu hanya tak kunjung diratifikasi Pemerintah Indonesia.
Selama ini, berdasarkan KUHAP, yang terjadi adalah penyidikan di Kepolisian terpisah dengan penuntutan di Kejaksaan. Kejaksaan yang memiliki fungsi penuntutan hanya kedapatan berkas perkara hasil penyidikan di Kepolisian yang belum tentu benar.
Oleh sebab itu, kejaksaan mendorong penguatan fungsi penuntutan lewat revisi KUHAP. "Arah revisi ini bukan untuk kejaksaan semata saja, tapi untuk masyarakat pencari keadilan. Ke depan, tentu kita upayakan penegakan hukum yang adil dan sesuai hak asasi manusia," lanjut Jan.
Jan yakin Kejaksaan siap jika revisi KUHAP yang saat ini berlangsung di DPR RI mewujudkan itu. Menurut dia, Kejaksaan sudah menyiapkan diri dengan peningkatan standar jaksa melalui seleksi oleh pihak ketiga dan assessment untuk jabatan-jabatan strategis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.