JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung membantah tuduhan salah geledah yang dilontarkan pihak PT Victoria Securities Indonesia (VSI). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengatakan, tuduhan tersebut bohong belaka.
"Kata mereka (PT VSI), kita (Kejaksaan Agung) tidak bawa surat perintah penggeledahan, tidak bawa surat izin pengadilan juga. PT VSI bohong semua itu," ujar Tony ketika dikonfirmasi, Selasa (18/8/2015).
PT VSI mengadukan penyidik kejaksaan ke DPR, Senin (17/8/2015). Pengaduan menyusul dugaan salah geledah yang dilakukan Tim Satuan Tugas Khusus terkait kasus pembelian aset BTN melalui BPPN. (baca: Ruangan Digeledah Kejaksaan, Victoria Securities Mengadu ke DPR)
"Tim yang mengaku Satuan Tugas Khusus saat menggeledah tidak menunjukkan identitas, surat perintah penggeledahan serta izin dari pengadilan negeri setempat, maka kami memohon perlindungan hukum dan keadilan serta jaminan kepastian hukum dalam berusaha di Indonesia," kata Direktur Victoria Securities Indonesia Yangky Halim dalam pernyataannya, Senin.
Menurut Yangky, penggeledahan yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung sudah melanggar hukum. Tidak hanya itu, kata Yangky, pihaknya juga berada dalam tekanan dan intimidasi saat penggeledahan dilakukan.
"Kami tidak berdaya dan hanya bisa pasrah saat ruangan kami digeledah," ujar Yangky.
Tony menegaskan, penyidik kejaksaan yang dipimpin Kepala Sub Direktorat Penyidikan Tindak Pidana Khusus, Sarjono Turin, telah melengkapi diri dengan sejumlah surat izin penggeledahan sekaligus pemeriksaan beberapa pejabat PT VSI.
"Kita punya surat perintah geledah sekaligus surat izin geledah dari pengadilan. Tanpa itu, ya kita enggak berani dong bertindak," ujar Tony.
Pihak kejaksaan mempertanyakan mengapa PT VSI melapor ke DPR RI jika memang ada dugaan salah geledah. Tony mengaku tidak mau mengait-ngaitkan persoalan hukum ke ranah politik.
Berdasarkan penyelidikan dan penyidikan kejaksaan, kata Tony, PT VSI diduga terlibat dalam suatu perkara yang tengah ditangani. Namun, dia belum mau mengungkap keterlibatan itu.
"Nanti kita buktikan kenapa kita geledah dan sebagainya. Tapi saat ini mohon maaf, belum bisa kami publikasi," ujar Tony.
Perkara ini bermula saat sebuah perusahaan bernama PT Adistra Utama meminjam Rp 469 miliar ke BTN untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare sekitar akhir tahun 1990.
Saat Indonesia memasuki krisis moneter 1998, pemerintah memasukan BTN ke BPPN untuk diselamatkan. Sejumlah kredit macet kemudian dilelang, termasuk utang PT AU.
PT VSI membeli aset itu dengan harga Rp 26 miliar. Seiring waktu, PT AU ingin menebus aset tersebut dengan nilai Rp 26 miliar. Namun, PT VSI menyodorkan nilai Rp 2,1 triliun atas aset itu.
Tahun 2012, PT AU kemudian melaporkan PT VSI ke Kejaksaan Tinggi DKI atas tuduhan permainan dalan penentuan nilai aset itu. Saat ini, kasus tersebut diambil alih oleh Kejaksaan Agung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.