JAKARTA, KOMPAS.com — Pengacara kawakan Otto Cornelis Kaligis ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Kaligis disangka terlibat dalam penyuapan hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan.
Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch, OC Kaligis menjadi pengacara ke-10 yang dijerat undang-undang tindak pidana korupsi.
Pengacara pertama yang menjadi tersangka kasus korupsi yaitu Tengku Syaifuddin Popon pada tahun 2005. Tengku terbukti menyuap pegawai Pengadilan Tinggi Tipikor sebesar Rp 250 juta terkait dengan kasus yang sedang ditanganinya.
Saat itu, Tengku tengah menangani kasus korupsi yang melibatkan mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh. Atas perbuatannya, Tengku divonis 2 tahun dan 8 bulan penjara.
Kemudian, pada tahun yang sama, pengacara kedua yang jadi terpidana kasus korupsi adalah Harini Wijoso. Harini terbukti menyuap pegawai Mahkamah Agung dan hakim agung terkait dengan kasus yang melibatkan pengusaha Probosutedjo.
Harini pun divonis bersalah dengan hukuman 3 tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Pengacara ketiga yang terjerat korupsi yaitu Manatap Ambarita pada tahun 2008. Ia terbukti menghalang-halangi proses pemeriksaan yang dilakukan oleh kejaksaan terhadap tersangka korupsi penyalahgunaan sisa anggaran tahun 2005 pada Dinas Kimpraswil Kabupaten Kepulauan Mentawai, Afner Ambarita.
Kemudian, Pengadilan Negeri Padang menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara. Pada tahun 2010, MA menjatuhkan vonis 3 tahun penjara. Namun, pada tahun 2012, Manatap masuk daftar pencarian orang hilang.
Hingga saat ini, statusnya masih buronan Kejaksaan Negeri Mentawai dan perkembangan kasusnya tidak jelas hingga saat ini.
Selain itu, tahun 2010, pengacara Adner Sirait, hakim Pengadilan Tinggi TUN Jakarta Ibrahim, terkait perkara sengketa tanah seluas 9,9 hektar di Cengkareng, Jakarta Barat, melawan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ia kemudian divonis 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 150 juta oleh Pengadilan Tipikor.
Kemudian, pengacara Lambertus Palang Ama diduga terlibat dalam kasus mafia pajak dengan terpidana Gayus Halomoan Tambunan pada tahun 2010.
Lambertus terbukti membantu merekayasa asal-usul uang Rp 28 miliar milik Gayus. Uang itu diblokir penyidik Bareskrim Polri lantaran diduga hasil tindak pidana saat bekerja di Direktorat Jenderal Pajak.
Lambertus divonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 3 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta.