JAKARTA, KOMPAS - Semangat pembatasan praktik dinasti politik dalam pemilihan kepala daerah hampir dipastikan akan mentah. Hal ini menyusul dikeluarkannya Surat Edaran No 302/KPU/VI/2015 perihal penjelasan beberapa aturan di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Kepala Daerah.
Ada beberpa butir penting di dalam surat edaran (SE) tersebut yang justru kontraproduktif dengan semangat pembatasan praktik politik dinasti yang diusung di dalam UU No 8/2015. Meskipun UU ini mempunyai kelemahan dalam substansi terkait pengaturan hubungan bakal calon dengan petahana, setidaknya KPU tidak memberikan tafsiran lain kepada ketentuan ini, yang berpotensi besar menyebabkan pengaturan petahana tidak bisa diterapkan dalam pilkada mendatang.
Regulasi tumpul
Adanya ketentuan yang coba mengatur jadwal pencalonan kepala daerah bagi petahana dengan keluarganya, tentu saja berbasiskan keinginan untuk menciptakan iklim demokrasi yang lebih sehat di daerah. Apa yang terjadi di Banten dan Bangkalan, Madura, misalnya, tentu menjadi pembelajaran bahwa dibutuhkan mekanisme dan sistem pencalonan kepala daerah yang lebih seimbang. Petahana yang memiliki akses yang lebih leluasa terhadap apa pun, telah menciptakan praktik dinasti politik di daerah.
Namun, dengan terbitnya SE KPU No 302/KPU/VI/2015, pengaturan pencalonan kepala daerah untuk keluarga petahana akan menjadi ketentuan tumpul yang tak berguna. Dalam SE tersebut, KPU menyebutkan, kepala daerah yang masa jabatannya berakhir sebelum masa pendaftaran, mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir yang dilakukan sebelum masa pendaftaran, dan berhalangan tetap sebelum masa jabatan berakhir dan terjadi sebelum masa pendaftaran, tidak termasuk dengan pengertian petahana yang dimaksud KPU dalam peraturannya.
Artinya, jika petahana mengambil langkah atau berada dalam kondisi yang disebut di dalam SE KPU, maka tidak ada halangan untuk keluarga petahana mencalonkan diri sebagai kepala daerah di jabatan yang sama. Dengan batas penalaran yang wajar, bentangan aturan yang muncul di atas akan sangat mudah untuk diakali oleh bakal calon kepala daerah yang "sempat" terhalang dengan adanya larangan mempunyai konflik kepentingan dengan petahana.
Langkah yang paling mudah untuk dilakukan tentu mengundurkan diri sebelum tahapan pelaksanaan pilkada sampai pada masa pendaftaran pasangan calon. Jika merujuk tahapan pelaksanaan pilkada yang disusun KPU, pendaftaran pasangan calon dilaksanakan pada 26-28 Juli 2015. Jika berandai secara sederhana, kalaupun 269 daerah yang akan melaksanakan pilkada 2015 terdapat bakal calon yang terhalang dengan ketentuan konflik kepentingan dengan petahana, sangat mudah untuk disikapi dengan mengundurkan diri sebelum 26 Juli 2015.