"Belum dirasakan perlu. Ketiadaan SP3 itu justru memaksa KPK untuk bekerja lebih proper," kata Ruki, di Istana Kepresidenan, Jumat (19/6/2015).
Ruki mengatakan, tidak adanya kewenangan mengeluarkan SP3 harus melecut KPK bekerja lebih optimal. Salah satu contohnya, agar KPK tidak kembali mengalami kekalahan dalam menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan tersangka kasus korupsi.
"Kita tidak boleh SP3 maka kita harus bekerja secara proper," ujarnya.
Meski demikian, Ruki berharap UU KPK dapat memuat aturan mengenai penghentian penyidikan pada tersangka yang sudah meninggal dunia atau kasusnya memasuki masa kadaluarsa.
"Perkara itulah yang harus dijelaskan dalam Undang-Undang. Tapi kalau karena kurang bukti dan sebagainya tidak boleh (SP3), kurang bukti berarti kerjanya kurang proper," kata dia.
Sebelumnya, Ruki memberikan sejumlah poin yang mendesak untuk direvisi dalam UU KPK. Salah satunya meminta kewenangan bagi Penasihat KPK untuk mengizinkan penghentian penyidikan.
"Meningkatkan peran, fungsi, status, dan struktur Penasihat KPK. Memberi izin penghentian penyidikan kepada KPK," ujar Ruki tentang poin-poin revisi tersebut, Selasa (16/6/2015) malam.
Ruki mengatakan, dilema penghentian penyidikan oleh KPK terjadi sejak lama. "Dalam hal demi hukum terpaksa juga harus dihentikan, maka harus dengan seizin penasihat KPK, tentu dengan prosedur khusus," kata Ruki.
Ada lima peninjauan dalam rencana revisi UU KPK. Yang menjadi sorotan publik, yakni poin terkait pengetatan kewenangan penyadapan, dibentuknya dewan pengawas KPK dan diatur kembali mengenai pengambilan keputusan yang kolektif kolegial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.