JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh mengatakan, Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi harus direvisi karena sebagian substansinya kerap menimbulkan multitafsir. Salah satunya mengenai penyelidik dan penyidik yang diangkat oleh pimpinan KPK.
"Kalau yang ini memang sudah telanjur, sekarang perlu lebih siap menata penyelidik dan penyidik," ujar Imam melalui pesan singkat, Rabu (27/5/2015), menanggapi putusan praperadilan yang diajukan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo.
Menurut Imam, pemerintah dan DPR perlu memberi perhatian lebih terkait UU KPK. Perlu ada harmonisasi antara UU KPK dengan KUHAP yang tengah direvisi agar kedepan tidak lagi memunculkan hukum yang saling bertabrakan. (baca: Kata Kabareskrim, Kerja KPK Bisa Cacat Hukum Jika Penyidiknya Bukan dari Polri)
"Memang perlu campur tangan legislatif, pemerintah untuk melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan agar jadi acuan yang jelas dan tidak multitafsir," kata Imam.
Imam mengatakan, undang-undang KPK merupakan undang-undang khusus (lex spesialis), berbeda dengan KUHAP yang digunakan oleh lembaga penegak hukum lainnya. Meski begitu, ada kerancuan di antara kedua perundangan tersebut dalam poin penyelidik dan penyidiknya.
Dalam KUHAP Pasal 8 ayat (1) Tahun 1981 menyatakan bahwa penyelidik dan penyidik adalah pejabat Polri atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Sementara dalam UU KPK Pasal 43 ayat (1) dan 45 ayat (1) dinyatakan bahwa penyelidik dan penyidik KPK diangkat dan diberhentikan oleh KPK. (baca: Budi Waseso: Penyidik Harus dari Polri)
"Kalau penyidik tidak sah, artinya banyak putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap apa juga tidak sah? Karena juga menggunakan penyidik yang diatur KUHAP," kata Imam.
Dalam putusannya, hakim Haswandi menyatakan, penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Hadi Poernomo batal demi hukum dan harus dihentikan. Ini karena penyelidik dan penyidik KPK yang saat itu bertugas mengusut kasus Hadi sudah berhenti tetap dari kepolisian dan kejaksaan.
Mereka juga dinilai belum berstatus sebagai penyelidik dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) meski telah diangkat secara resmi oleh KPK. (baca: KPK Tetap Anggap Hadi Poernomo Tersangka)
Hakim Haswandi menyatakan, para penyelidik dan penyidik yang bekerja di KPK harus berstatus penyelidik atau penyidik di institusi sebelumnya. Pertimbangan ini berkaitan dengan tiga penyelidik dalam kasus Hadi yang berasal dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang kemudian diangkat oleh KPK sebagai penyelidik. Padahal, latar belakang ketiganya bukan penyelidik.
Terkait penyidik, nama Ambarita Damanik dipermasalahkan dalam permohonan Hadi. Ambarita diberhentikan tetap dari Polri melalui surat pemberhentian pada 25 November 2014. Setelah keluarnya surat itu, Ambarita langsung diangkat menjadi penyidik pada KPK dan melanjutkan penyidikan kasus Hadi.
Haswandi menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Sesuai regulasi ini, untuk dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil di sebuah institusi, yang bersangkutan harus telah menjalani masa kerja paling singkat dua tahun di institusi tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.