Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panglima TNI Tolak Kapal Pengungsi Rohingya Masuk RI, tapi Bersedia Beri Bantuan

Kompas.com - 15/05/2015, 20:21 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan, Pemerintah Indonesia tak akan membiarkan wilayah lautnya dimasuki kapal-kapal pengungsi Rohingya. Menurut dia, bantuan kemanusiaan tetap akan diberikan kepada pengungsi yang terusir dari Myanmar tersebut, namun tetap melarang mereka masuk apalagi menepi di daratan Indonesia.

"Untuk suku Rohingya, sepanjang dia melintas Selat Malaka, kalau dia ada kesulitan di laut, maka wajib dibantu. Kalau ada sulit air atau makanan kami bantu, karena ini terkait human. Tapi kalau mereka masuki wilayah kita, maka tugas TNI untuk menjaga kedaulatan," ucap Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jumat (15/5/2015).

Moeldoko menuturkan bantuan akan diberikan di tengah laut, sehingga kapal-kapal yang ditumpangi pengungsi Rohingnya tidak perlu memasuki wilayah teritori Indonesia. Patroli yang dilakukan oleh TNI Angkatan Laut dan Angkatan Udara juga akan dikerahkan untuk menjaga wilayah laut Indonesia tetap steril.

Menurut Moeldoko, langkah ini diambil lantaran keberadaan para pengungsi ilegal ini justru menimbulkan persoalan sosial. Dia menyebutkan kasus imigran asal negara Timur Tengah yang hendak menuju ke Australia namun tertahan di Indonesia yang kemudian menimbulkan masalah sosial. "Urus masyarakat Indonesia sendiri saja tidak mudah, jangan lagi dibebani persoalan ini," ucap Moeldoko.

Saat ditanyakan bagaimana nasib para pengungsi Rohingya ini jika tak ada negara yang mau menampung, Moeldoko menolaak berkomentar. Dia menuturkan hal tersebut adalah wewenang Kementerian Luar Negeri. TNI hanya bertugas agar menjaga wilayah laut Indonesia tidak dimasuki warga asing.

"Kalau kita buka akses, akan ada eksodus ke sini," ujar dia.

Sementara untuk pengungsi Rohingya yang sudah terlebih dulu diselamatkan oleh para nelayan di Aceh, Moeldoko menyatakan bahwa nantinya akan dibicarakan antara pemerintah kedua negara.

Diskriminasi

Suku Rohingya selama beberapa dekade telah menerima diskriminasi di Myanmar. Ditolak sebagai warga negara oleh Myanmar, suku yang sebagian besar muslim itu tidak memiliki status kewarnegaraan.

Akses mereka untuk mendapatkan pendidikan dan layanan kesehatan terbatas dan kebebasan mereka untuk bergerak sangat dibatasi. Dalam tiga tahun terakhir, serangan terhadap suku Rohingya telah menewaskan 280 orang dan memaksa 140.000 lainnya mengungsi ke kamp-kamp yang padat di luar Sittwe, ibukota Negara Bagian Rakhine, wilayah mereka tinggal di bawah kondisi yang menyedihkan, tanpa kesempatan untuk mencari nafkah.

Hal ini memicu salah satu arus eksodus manusia perahu terbesar di wilayah ini sejak Perang Vietnam. Tercatat sekitar 100.000 lelaki, perempuan dan anak-anak menumpang kapal untuk mencari penghidupan yang lebih baik sejak Juni 2012, menurut Komisi Tinggi PBB bagi Pengungsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Nasional
Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Nasional
BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

Nasional
Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com