JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo diminta menggunakan kriteria penilaian yang jelas saat akan merombak Kabinet Kerja. Hal itu disampaikan pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, saat dihubungi, Selasa (21/4/2015).
Siti menuturkan, Presiden memang memiliki wewenang penuh untuk menyusun dan merombak kabinetnya. Namun, jika perombakan kabinet tidak diimbangi dengan penilaian dan perhitungan yang matang, langkah tersebut akan menimbulkan masalah.
"Selama parameter yang digunakan Jokowi jelas dalam merombak kabinet, selama itu pula akan bisa dipertanggungjawabkan," kata Siti.
Ia melanjutkan, di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, ada lembaga bernama Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang salah satu hasil kerjanya dijadikan parameter untuk menilai kinerja para menteri dan menteri koordinator.
Saat ini, penilaian kinerja menteri dilakukan oleh Deputi Monitor dan Evaluasi di bawah Staf Kepresidenan. (Baca: PDI-P Anggap Wajar Rendahnya Tingkat Kepuasan Publik terhadap Pemerintah)
Menurut Siti, saat merombak kabinet, Jokowi tidak hanya dibebankan pada penilaian obyektif, tetapi juga akan berhadapan dengan tekanan politik.
"Tidak bisa dimungkiri tarikan kepentingan politik menyertai alasan perombakan kabinet. Apakah komposisi koalisi masih tetap sama atau berubah, tentunya harus mengedepankan profesionalitas, kompetensi, dan kapasitas," ujarnya.
Survei Poltracking menunjukkan rendahnya kepuasan publik terhadap enam bulan awal kinerja Jokowi-JK. Hanya 44 persen responden yang menyatakan puas terhadap kinerja pemerintah. Adapun sebanyak 41,8 persen menyatakan setuju apabila dilakukan perombakan kabinet. (Baca: Survei: Tak Puas Kinerja, Mayoritas Publik Minta Perombakan Kabinet)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.