Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Interupsi Politik Batu Akik

Kompas.com - 06/04/2015, 16:25 WIB


Oleh: Asep Salahudin

JAKARTA, KOMPAS - Sudah lebih dari dua bulan masyarakat kita terkena tenung batu akik. Tampaknya fenomena seperti ini belum hendak berakhir kalau tidak boleh dikatakan kian menjadi-jadi.

Batu akik digali, dibelah, dihaluskan, digosok, diwatangan, dan pada akhirnya disematkan di jari. Bukan hanya jari manis, kalau perlu kelingking, telunjuk, dan jempol sekaligus.

Bukan hanya batu akiknya yang menarik, justru percakapan tentangnya yang nyaris mengokupasi akal sehat. Tidak ada sebuah pertemuan, bahkan ketika hendak bersembahyang menuju rumah Tuhan sekalipun kecuali sang akik terlebih dahulu didiskusikan di "ruang publik" dengan semangat dan penuh minat.

Bersyukurlah rezim Jokowi. Masyarakat negeri kepulauan ini sudah tak menghiraukan lagi kenaikan harga bahan bakar minyak, beras yang mencekik, rupiah yang melemah, imaji pemberantasan korupsi yang kian menyusut. Warga bangsa lebih tertarik memburu dan membeli batu akik dengan cara musyawarah mufakat.

Atau sebaliknya, kalau penguasa masih memiliki keajekan nalar, seharusnya mereka tersinggung sebab rakyatnya ternyata merasa lebih penting memperhatikan batu akik ketimbang menyimak bualan pemimpinnya. Rakyat merasa lebih memercayai batu akik ketimbang menyambut positif eksekusi Undang-Undang Desa yang hendak menebarkan uang miliaran rupiah dan atau apalagi memberikan sambutan sorak sorai usulan tak alang kepalang Menteri Dalam Negeri untuk menggelontorkan APBN bagi pembiayaan partai sampai angka menyentuh triliunan rupiah. Juga merasa tidak penting sama sekali memperhatikan partai yang terkeping akibat para pengurusnya yang tidak pernah henti bersengketa.

"Counter culture"

Bagi saya, batu akik pada titik tertentu hadir sebagai counter culture khalayak atas segenap janji penguasa yang tidak memiliki paralelisme dengan entitas tindakan politik hariannya. Nawacita kian lamat terdengar seiring revolusi mental yang kehilangan gema. Program utama memberikan kepastian hukum juga malah menampakkan gejala kontraproduktif dengan mencuatnya kriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan usulan pemberian remisi kepada koruptor. Atau gambaran mencolok seorang nenek Asyani yang "mencuri" barang tak berharga, ia rela menyembah sang hakim yang dengan "tegas" hendak menegakkan keadilan seperti fotonya yang terpampang di halaman muka harian Kompas.

Massa dengan kesenangan barunya itu seperti sedang mengolok-olok kaum penguasa: bahwa ini hari telah kembali ke zaman batu, 7.000 tahun sebelum Masehi. Orde paleolitikum (mungkin juga mesolitikum, neolitikum, dan megalitikum) dengan keriuhan logika yang dikedepankan kerumunan manusia semacam Pithecanthropus erectus, Homo wajakensis, Meganthropus paleojavanicus, dan Homo soloensis.

Semacam "menhir" (sebuah monumen yang terbuat dari batu) yang menunjukkan alamat tentang zaman ketika intelektualisme dihinakan, moralitas mengalami defisit, darurat akhlak terjadi di mana-mana, dan kebencian atas nama agama dirayakan dengan gempita.

Setiap orde punya bahasa parodinya sendiri dalam "menertawakan" kekuasaan. Mulai dari bahasa pohon yang dibonsai, ikan louhan, kembang gelombang cinta, yang kesemuanya nyaris harganya tidak masuk akal. Masyarakat kita sudah terbiasa membungkus alam pikirannya dalam balutan ungkapan metaforis, dalam bahasa yang banyak meminjam diksi seputar flora dan fauna, memilih "komunikasi tinggi" ketimbang "komunikasi rendah".

Artinya, batu akik pada titik tertentu memiliki interaksi simbolik dengan kepercayaan yang bersifat perennial-universal tentang kedatangan Ratu Adil, tetapi dengan memori kolektif yang terbalik. Kira-kira narasi verbalistiknya adalah "Ketimbang terus menunggu kedatangan Ratu Adil, mari kita sambut bersama-sama kedatangan sang messianistik batu akik! Toh, Ratu Adil mempunyai banyak kesamaan dengan karakteristik batu akik".

Serupa Ratu Adil

Seperti sang Ratu Adil, tidak sedikit masyarakat yang melekatkan daya mistikal pada batu akik. Bukan saja nama dan usul-usul geografisnya yang sangat beragam, melainkan juga fungsi dan khasiat yang tersimpan di dalamnya. Bahkan, hikayat batu akik sejatinya jauh lebih tua daripada usia Republik Indonesia dan Sumpah Pemuda, lebih berumur ketimbang Serikat Dagang Islam, Budi Utomo, apalagi perhimpunan ormas berhaluan keras, dan lebih "berpengalaman" dibandingkan dengan sengkarut kelompok agamawan memperebutkan bendera Tuhan.

Persis yang dibilang sejarawan Sartono Kartodirdjo dalam Ratu Adil (1984) bahwa Ratu Adil atau Juru Selamat (mesianisme), Kenabian (prophetisme), penghidupan kembali (revitalisme) atau menghidupkan kembali (revivalisme) muncul ketika kondisi masyarakat "mengalami diskriminasi dan penindasan sosial ekonomi yang tak terkira, saat khalayak tidak mendapatkan jaminan hari depannya". Seperti juga ditengarai Ir Soekarno dalam sebuah pleidoinya yang disampaikan pada sebuah persidangan Pengadilan Negeri Bandung tahun 1930:

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

Nasional
Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com