Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Penetapan Tersangka Bukan di Akhir Penyidikan

Kompas.com - 02/04/2015, 07:24 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Perdebatan alot terjadi saat sidang lanjutan praperadilan gugatan mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali, terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (1/3/2015). Saksi ahli yang dihadirkan tim pengacara Suryadharma, Chairul Huda, bersikeras jika penetapan tersangka yang dilakukan KPK salah. (Baca: KPK Sebut Keterangan Saksi Suryadharma Tak Terkait Materi Praperadilan)

Sementara, KPK berpendapat,  proses yang mereka lakukan sudah benar. Di dalam persidangan, Chairul menyatakan, KPK tidak sewajarnya menetapkan Suryadharma sebagai tersangka ketika masih dalam proses penyelidikan. Menurut dia, penetapan tersangka seharusnya dilakukan ketika status kasus sudah ditingkatkan ke penyidikan. (Baca: Saksi Ahli Suryadharma dan KPK Adu Argumen soal Penghitungan Kerugian Negara)

"Yang paling penting terungkap di persidangan bahwa penetapan tersangka SDA itu dilakukan pada tahap penyelidikan," kata Chairul, saat dijumpai seusai persidangan.

Selain itu, ia menilai, penghitungan indikasi kerugian negara yang dilakukan KPK tanpa melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyalahi aturan. 

"Kan mereka mengatakan ada kerugian negara, lain kalau suap ya, ada bukti menerima suap, sehingga tidak pakai BPK. Tapi ini kerugian keuangan negara yang ditentukan berdasarkan hasil audit BPK, ternyata hasil penghitungan sendiri," ujarnya.

"Dua dosa besar itu, di penyelidikan tidak berwenang menetapkan tersangka, juga tidak boleh menetapkan tersangka berdasarkan penghitungan sendiri," lanjut Chairul.

Argumentasi KPK

Anggota tim pengacara KPK Nur Chusniah mengatakan, muara dari sebuah proses penyidikan adalah pelimpahan tersangka dan barang bukti ke penuntutan. Hal tersebut berdasarkan Pasal 8 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

"Ketika penyidikan, itu firm sama dengan di KUHAP (soal penetapan tersangka). Namun, kami sudah lebih maju dari KUHAP, ketika kita sudah menemukan peristiwa pidana (saat penyelidikan), calon tersangkanya ada, kenapa tidak harus ditetapkan sebagai tersangka?" kata Nur.

Lebih jauh, ia mengatakan, KPK tak bisa menetapkan seseorang secara sembarangan sebagai tersangka tanpa mengantongi dua alat bukti terlebih dahulu. Dua alat bukti itu diperoleh saat penyelidikan, yang salah satunya adalah indikasi kerugian keuangan negara.

Nur menjelaskan, ketika proses penyelidikan berlangsung, seringkali KPK menemukan bahan bukti berupa kuitansi. Temuan ini kemudian dicek kebenarannya melalui saksi-saksi yang diperiksa.

"Kalau kami bisa menganalisis kuitansi, kemudian keterangan saksi. Kemudian kami juga diperbolehkan menghitung kerugian keuangan negara sendiri dan diujinya ketika persidangan, jadi kan menurut saya bukan sesuatu yang salah," ujarnya.

Pada hari ini, Kamis (2/4/2015), PN Jakarta Selatan akan kembali melanjutkan sidang praperadilan yang diajukan Suryadharma. Ada pun, agenda sidang pada hari ini adalah pemeriksaan bukti milik KPK dan saksi fakta serta saksi ahli yang diajukan tim pengacara Suryadharma dan KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com