Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Dinilai Abaikan Laporan Komnas HAM Saat Non-aktifkan Abraham-BW

Kompas.com - 26/02/2015, 13:22 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menilai Presiden Joko Widodo mengabaikan laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) saat mengambil keputusan menonaktifkan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.

Padahal, menurut Haris, sebelum Presiden mengambil keputusan tersebut, Komnas HAM telah melaporkan temuan yang mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran HAM terhadap Bambang.

"Laporan Komnas HAM ini dikirim kepada Presiden sebelum dikeluarkan Perppu pelaksana tugas pimpinan KPK. Berarti Presiden mengasumsikan Bambang dan Abraham Samad ada dalam proses hukum dan karenanya harus diberhentikan," ujar Haris saat ditemui di Gedung Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/2/2015).

Haris mengatakan, setidaknya ada tiga poin penting dalam temuan Komnas HAM, yang dituliskan dalam surat resmi kepada Presiden. Pertama, adanya dugaan pelanggaran HAM. Kedua, dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Bareskrim Polri Komjen Budi Waseso. (Baca: Komnas HAM Simpulkan Penangkapan Bambang Widjojanto Melanggar HAM)

Ketiga, terkait dugaan penggunaan kekuatan secara berlebihan dalam penangkapan Bambang.

Haris mengatakan, dengan keputusan untuk menonaktifkan dua pimpinan KPK, Presiden telah ikut melakukan tindakan kriminalisasi dan kejahatan terhadap pimpinan KPK. (Baca: Wakapolri: Suruh Komnas HAM Pelajari SOP Kita!)

"Presiden telah mengacu pada tindakan kejahatan. Perppu ini kami anggap tidak bermoral dan tidak sah. Kalau ini memang benar, kami akan menantang ini ke Mahkamah Konstitusi," kata Haris.

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Roichatul Aswidah membenarkan bahwa Komnas HAM telah mengirimkan surat kepada Presiden terkait temuan dugaan pelanggaran HAM oleh penyidik Bareskrim Polri terhadap Bambang Widjojanto. Surat itu dikirimkan pada tanggal 12 Februari 2015.

"Pada prinsipnya, surat itu rekomendasi kami. Presiden, saya pikir punya pertimbangan lain, tapi kami tetap yakin Presiden menerima pertimbangan Komnas HAM. Kami yakin temuan kami ikut dipertimbangkan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com